HIMBAUAN – Pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusan dalam mengelola proyek infrastruktur strategis nasional, salah satunya melalui penegasan komitmen terkait penyelesaian beban finansial Kereta Cepat Jakarta-Bandung, atau yang dikenal dengan nama Whoosh. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan bahwa pemerintah akan segera membahas secara teknis mekanisme pembayaran utang Whoosh. Pembahasan ini akan melibatkan berbagai kementerian terkait dan mencari solusi pendanaan bersama lembaga keuangan seperti Danantara. Pernyataan Airlangga ini sejalan dengan janji Presiden Prabowo Subianto sebelumnya yang menegaskan kesediaan pemerintah untuk menanggung utang proyek prestisius tersebut sebesar Rp 1,2 triliun setiap tahun.
Airlangga Hartarto, saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu, 5 November 2025, menjelaskan bahwa isu pembayaran utang Whoosh akan menjadi agenda utama dalam koordinasi antarkementerian. “Kami akan bahas nanti, tentu akan dibicarakan secara teknis antarkementerian dan juga mencari solusi dengan Danantara,” ujar Airlangga, mengisyaratkan langkah-langkah konkret yang akan diambil untuk menjamin keberlanjutan proyek ini. Politikus senior Partai Golkar itu juga menyoroti fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan korporasi, menegaskan bahwa perusahaan memiliki beragam cara untuk menghadapi kewajiban finansial. “Kalau korporasi kan banyak cara,” tambahnya, menunjukkan keyakinan akan kapabilitas dalam menemukan skema pembayaran yang optimal.
Komitmen ini muncul menyusul deklarasi tegas dari Presiden Prabowo Subianto yang berjanji akan mengambil alih tanggung jawab pembayaran utang Whoosh. Dalam sebuah kesempatan penting pada Selasa, 4 November 2025, saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Jakarta Pusat, Prabowo dengan gamblang menyatakan kesediaan pemerintah untuk membayar utang tersebut. “Pokoknya enggak ada masalah karena itu kita bayar Rp 1,2 triliun per tahun,” kata Prabowo, menegaskan bahwa angka tersebut tidak menjadi beban signifikan bagi keuangan negara.
Lebih lanjut, Presiden Prabowo Subianto memaparkan alasan di balik keyakinannya bahwa pembayaran utang Whoosh bukanlah masalah. Menurutnya, Kereta Cepat Whoosh adalah sebuah fasilitas transportasi umum yang memiliki dampak positif berlipat ganda bagi masyarakat dan lingkungan. Kehadiran Whoosh diharapkan dapat secara signifikan mengurangi kemacetan lalu lintas, menekan tingkat polusi udara, serta mempermudah mobilitas perjalanan antarkota. Ia juga melihat Whoosh sebagai sebuah simbol kemajuan dan kolaborasi internasional. “We are at an edge of best practice. Symbol of Indonesia-China,” ujar Prabowo, menyoroti aspek keunggulan dan kerja sama bilateral yang terkandung dalam proyek ini. Dengan penuh keyakinan, Prabowo menyatakan bahwa negara siap mengambil alih tanggung jawab ini. “Sudahlah, Presiden RI ambil alih tanggung jawab. Kita kuat, uang kita ada, duit yang dikorupsi hemat,” tegasnya, mengaitkan kemampuan finansial negara dengan upaya efisiensi anggaran dan pemberantasan korupsi.
Presiden Prabowo juga menegaskan bahwa ia telah mempelajari secara mendalam seluk-beluk proyek Whoosh dan menyimpulkan tidak ada masalah substansial yang perlu dikhawatirkan. “Saya akan tanggung jawab nanti Whoosh semuanya. Indonesia bukan negara sembarangan, saya hitung enggak ada masalah,” ucapnya, menunjukkan pendalaman dan perhitungan matang yang mendasari keputusannya. Ia secara khusus meminta PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI untuk tidak merasa cemas terkait pembayaran utang Whoosh. Bagi Prabowo, semua pihak memiliki tanggung jawab kolektif untuk melayani rakyat, dan segala sarana transportasi merupakan bagian dari tanggung jawab bersama. “Jadi saya sekarang tanggung jawab Whoosh,” ujarnya, memberikan jaminan dan arahan yang jelas kepada operator proyek.
Dalam pandangannya, keberadaan Whoosh tidak seharusnya hanya diukur dari aspek untung-rugi secara finansial semata. Presiden Prabowo menekankan bahwa filosofi di balik semua transportasi publik di seluruh dunia adalah bagaimana ia dapat memberikan manfaat optimal bagi rakyat, bukan semata-mata mencari keuntungan. “Di seluruh dunia begitu. Ini namanya public service obligation (PSO),” jelasnya, mengkategorikan Whoosh sebagai bagian dari pelayanan publik yang esensial. Ia mencontohkan, seperti yang juga disampaikan oleh Menteri Perhubungan, bahwa kereta api di Indonesia secara umum disubsidi oleh pemerintah sebesar 60 persen, sementara masyarakat membayar 20 persen dari biaya operasional. “Ya ini kehadiran negara,” pungkasnya, menegaskan bahwa subsidi adalah bentuk nyata intervensi pemerintah untuk menyediakan akses transportasi yang terjangkau bagi publik.
Perjalanan proyek Kereta Cepat Whoosh sendiri telah melalui dinamika finansial yang signifikan. Semula, biaya pembangunan Whoosh diperkirakan mencapai US$ 6,02 miliar. Namun, dalam perkembangannya, proyek ini mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun yang substantial, sehingga total biayanya melonjak menjadi US$ 7,22 miliar. Mayoritas dari total pembiayaan ini, sekitar 75 persen, didapatkan melalui skema pinjaman dari China Development Bank, dengan nilai mencapai US$ 5,415 miliar. Implikasi dari pinjaman ini adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pelaksana proyek harus menanggung kewajiban bunga tahunan. Dengan bunga pokok pinjaman sebesar 2 persen dan bunga khusus untuk cost overrun sebesar 3,4 persen per tahun, KCIC diwajibkan membayar US$ 120,9 juta setiap tahun hanya untuk beban bunganya.
Eka Yudha Saputra dan Ferry Firmansyah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Apa Saja Kejanggalan Proyek Kereta Cepat yang Diselidiki KPK
Sumber: MSN.com


