HIMBAUAN – JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal Indonesia diproyeksikan memiliki peluang kuat untuk menguji, bahkan menembus level psikologis 8.500 pada pekan ini. Optimisme ini membuncah seiring dengan ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan akan terjadi pada tanggal 19 November 2025. Dalam skenario tersebut, sektor perbankan, infrastruktur, dan properti diprediksi akan kembali menjadi buruan utama para investor, melanjutkan tren positif yang pekan lalu menopang penguatan indeks.
Pandangan bullish ini datang dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), salah satu perusahaan sekuritas terkemuka di Indonesia. Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, Indri Liftiany Travelin Yunus, menegaskan keyakinan ini dalam sebuah keterangan yang dirilis pada Selasa (18/11/2025). Menurutnya, lonjakan potensi IHSG tersebut mencerminkan keyakinan mendalam para investor bahwa Bank Indonesia berpeluang besar untuk kembali melakukan pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga acuannya.
Indri lebih lanjut menganalisis bahwa pergerakan IHSG selama beberapa hari terakhir secara gamblang menunjukkan bagaimana pasar mulai melakukan reposisi, bersiap menyambut kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral. Pada perdagangan pekan sebelumnya, IHSG sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa (all time high) di level 8.478, sebelum akhirnya berbalik arah dan ditutup melemah pada posisi 8.370. Di tengah fluktuasi ini, investor asing tercatat melakukan jual bersih sekitar Rp 332 miliar. Meski demikian, enam sektor berhasil mempertahankan penguatan, sementara sektor-sektor lainnya hanya melemah secara terbatas.
Secara spesifik, sektor infrastruktur dan properti tampil sebagai tulang punggung utama penguatan IHSG. Kedua sektor ini masing-masing membukukan kenaikan signifikan, sekitar 6,92 persen untuk infrastruktur dan 5,35 persen untuk properti dalam satu pekan perdagangan. Rotasi minat investor ke saham-saham yang dikenal sensitif terhadap suku bunga ini dinilai memiliki korelasi erat dengan harapan akan penurunan biaya dana (cost of fund) dan terbuka lebarnya ruang pertumbuhan laba bagi emiten-emiten di sektor tersebut. Potensi penurunan suku bunga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perusahaan yang sangat bergantung pada pinjaman dan investasi jangka panjang.
Pergerakan IHSG pada periode 10–14 November 2025 tidak lepas dari sejumlah sentimen global yang turut mewarnai dinamika pasar. Salah satu sentimen penting adalah koreksi yang terjadi di Bursa Wall Street Amerika Serikat. Koreksi ini dipicu oleh penurunan harga saham-saham teknologi dan kecerdasan buatan (AI) yang sebelumnya dinilai telah mencapai valuasi terlalu tinggi. Di sisi lain, berakhirnya isu penutupan pemerintahan (government shutdown) di Amerika Serikat membawa angin segar, karena aktivitas pemerintahan kembali normal dan jadwal rilis data ekonomi menjadi lebih teratur. Namun, sentimen ini diimbangi oleh komentar hawkish dari pejabat The Fed yang cenderung menahan ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat tersebut.
Melihat potensi pasar pada pekan ini, yakni antara tanggal 17–21 November 2025, Indri memprediksi bahwa pelaku pasar akan menunjukkan agresivitas yang lebih tinggi dalam berspekulasi pada saham-saham yang sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga. Sektor-sektor seperti perbankan, infrastruktur, dan properti diperkirakan akan menjadi fokus utama. Proyeksi Indri menempatkan IHSG akan bergerak bervariasi cenderung menguat dalam rentang support di level 8.325 dan resistance di level 8.500.
“Selain fokus pada prospek suku bunga, para pelaku pasar juga masih berpotensi memanfaatkan sentimen yang berasal dari aksi korporasi yang dilakukan oleh beberapa emiten,” terang Indri. Menurutnya, aksi korporasi ini dapat menjadi pemicu tambahan yang signifikan di tengah fokus utama pasar yang kini tertuju pada kebijakan suku bunga. Aksi-aksi korporasi seperti akuisisi, merger, atau pembagian dividen seringkali mampu memicu kenaikan harga saham dan menarik perhatian investor.
Lebih lanjut, Indri menyebutkan bahwa penguatan IHSG pada pekan ini akan turut ditopang oleh rilis sejumlah data ekonomi penting baik dari dalam maupun luar negeri. Di ranah global, investor akan mencermati FOMC Minutes The Fed yang dijadwalkan rilis pada 19 November, serta data S&P Global Composite PMI Flash Amerika Serikat untuk bulan November yang diperkirakan akan turun tipis ke angka 53,8 dari sebelumnya 54,6. Tak hanya itu, serangkaian data pengangguran Amerika Serikat yang akan dirilis pada 20 November juga akan menjadi perhatian. Sementara itu, di tingkat domestik, keputusan suku bunga BI pada 19 November yang diproyeksikan dipangkas sebesar 25 basis poin menjadi penentu utama arah pasar selanjutnya.
Potensi pemangkasan suku bunga BI sebesar 25 basis poin itu diyakini akan mulai terasa dampaknya secara bertahap ke sektor riil melalui penurunan bunga kredit dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Penurunan ini diharapkan dapat memicu gairah ekonomi dan daya beli masyarakat. Di sisi lain, di pasar keuangan, kebijakan ini akan memberikan angin segar bagi instrumen investasi berpendapatan tetap. Dengan asumsi imbal hasil (yield) akan turun, IPOT menilai bahwa harga obligasi memiliki kesempatan untuk naik. Oleh karena itu, IPOT merekomendasikan obligasi pemerintah seri FR0100 untuk dikoleksi karena dinilai masih sangat menarik dibandingkan dengan seri obligasi bertenor 10 tahun lainnya.
Merespons dinamika pasar yang berkembang, IPOT, yang telah bertransformasi menjadi platform wealth creation, merekomendasikan strategi investasi yang terarah. Strategi ini berfokus pada saham-saham yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga serta emiten-emiten yang tengah melakukan aksi korporasi. IPOT menyediakan berbagai fitur untuk mendukung strategi ini, antara lain Booster Modal yang membantu investor memaksimalkan potensi keuntungan, Multi-Account untuk memisahkan tujuan investasi yang berbeda, serta Shared Access yang memungkinkan keluarga atau komunitas untuk berinvestasi secara kolektif dan efisien.
Untuk rekomendasi saham spesifik, IPOT menyoroti beberapa pilihan menarik. Antara lain, rekomendasi beli saham BRPT (Barito Pacific) di harga 3.780 dengan target harga 4.250, menawarkan potensi kenaikan sekitar 12,4 persen, dan batas rugi (stop loss) di bawah 3.610. Rasio risiko terhadap imbal hasil untuk saham ini adalah 1 berbanding 2,8. Dalam sepekan terakhir, investor asing tercatat telah mengoleksi saham BRPT sekitar Rp56,4 miliar, menunjukkan minat yang kuat. Rekomendasi lainnya adalah beli saham CPIN (Charoen Pokphand Indonesia) di harga 1.005 dengan target 1.100, memberikan potensi kenaikan sekitar 9,5 persen. Potensi ini ditopang sentimen positif dari investasi Danantara senilai Rp20 triliun di proyek peternakan ayam dan telur. Terakhir, IPOT menyarankan strategi buy on pullback untuk saham INET (Indointernet) di kisaran 494–500 dengan target 535. Rekomendasi ini didasari oleh proses akuisisi oleh PADA serta penguatan pola candlestick marubozu dengan volume tinggi yang mengindikasikan tekanan beli yang kuat.


