HIMBAUAN – AirNav Indonesia memastikan operasional rute penerbangan di wilayah udara Indonesia, khususnya yang melintasi area sekitar Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, masih terpantau relatif normal. Meskipun gunung berapi aktif tersebut mengalami erupsi hingga Kamis, 20 November 2025, ancaman abu vulkanik belum mencapai tingkat yang memaksa penutupan ruang udara. Hal ini ditegaskan oleh EVP of Corporate Secretary AirNav Indonesia, Hermana Soegijantoro, yang menyatakan bahwa situasi saat ini tidak menuntut tindakan ekstrem seperti penghentian operasional penerbangan.
Kondisi normal ini tidak hanya berlaku untuk rute-rute utama, tetapi juga mencakup sejumlah bandara penting di sekitar Jawa Timur. Hermana menjelaskan, bandara-bandara vital seperti Bandara Abdul Rachman Saleh di Malang, Bandara Banyuwangi, Bandara Juanda di Surabaya, dan bahkan bandara di Yogyakarta, masih beroperasi tanpa hambatan. “Semuanya masih beroperasi normal. Tidak ada bandara yang ditutup dan sejauh ini tidak ada penerbangan yang dibatalkan,” ujar Hermana, memberikan kepastian kepada masyarakat dan maskapai penerbangan. Keberlanjutan operasional ini menunjukkan respons cepat dan efektif dari pihak AirNav Indonesia dalam menjaga stabilitas lalu lintas udara.
Meskipun aktivitas penerbangan tetap normal, AirNav Indonesia tidak lantas lengah. Hermana menegaskan bahwa pemantauan intensif terus dilakukan terhadap seluruh rute penerbangan serta bandara-bandara yang berpotensi terdampak oleh sebaran abu vulkanik. Pembaruan informasi secara konsisten disampaikan melalui penerbitan ASHTAM (Ash Cloud Advisory). “Update terakhir adalah ASHTAM nomor VAWR6038 yang kami rilis melalui International NOTAM Office AirNav Indonesia pada 20 November 2025, pukul 02:00 UTC (09.00 WIB),” kata Hermana, menekankan transparansi dan kecepatan informasi.
Dalam laporan ASHTAM terbaru tersebut, status Gunung Semeru memang ditetapkan dengan status “Red Code”. Penentuan kode merah ini mengindikasikan bahwa aktivitas letusan gunung cukup signifikan dan memiliki potensi serius untuk mengganggu jalur penerbangan. Analisis dalam laporan itu juga merinci sebaran abu vulkanik yang terpantau pada dua level ketinggian berbeda. Pada level rendah, sebaran abu ditemukan dari permukaan hingga sekitar FL150 (sekitar 4.500 meter di atas permukaan laut), bergerak menuju tenggara dengan kecepatan angin sekitar 5 knot.
Sementara itu, pada level yang lebih tinggi, sebaran abu vulkanik terdeteksi dari permukaan hingga sekitar FL450 (sekitar 13.500 meter). Abu pada ketinggian ini bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan angin sekitar 15 knot. Hermana menjelaskan bahwa ASHTAM sendiri adalah pemberitahuan khusus yang dirancang untuk menginformasikan perubahan aktivitas gunung berapi, erupsi, dan keberadaan awan abu vulkanik yang dapat secara langsung memengaruhi kegiatan operasional penerbangan. Ini adalah instrumen krusial dalam mitigasi risiko penerbangan.
ASHTAM, lanjut Hermana, disebarluaskan oleh AirNav kepada seluruh pihak yang berkepentingan di sektor penerbangan, baik di dalam maupun luar negeri. Dokumen penting ini memiliki masa berlaku 24 jam, atau hingga adanya pemberitahuan lebih lanjut yang menggantikan. Dengan informasi teknis yang terkandung di dalamnya, ASHTAM menjadi acuan utama bagi seluruh pemangku kepentingan penerbangan dalam mengambil keputusan strategis, mulai dari langkah mitigasi, penyesuaian rute penerbangan, hingga pengaturan lalu lintas udara yang optimal demi menjaga keselamatan penerbangan. Penerbitan dokumen ini merupakan peringatan dini yang esensial, mengingat Gunung Semeru masih aktif mengeluarkan abu vulkanik.
Hermana juga menerangkan bahwa informasi krusial untuk ASHTAM dikumpulkan oleh NOTAM Office AirNav Indonesia dari beragam sumber tepercaya. Sumber-sumber ini mencakup citra satelit Himawari-8 yang canggih, rekaman dari kamera pemantau (webcam) di sekitar area, serta data ilmiah yang diperoleh dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Pengamatan terakhir sebelum ASHTAM dirilis menunjukkan bahwa abu vulkanik pada ketinggian tinggi sempat sulit terlihat karena tertutup awan cuaca. Namun, model pergerakan abu memprediksi bahwa intensitas sebaran abu tersebut akan melemah dalam beberapa jam ke depan.
Kabar baik datang dari pemantauan abu vulkanik pada ketinggian rendah. Abu ini masih terpantau jelas dan terus bergerak ke arah tenggara. Yang paling melegakan adalah tren saat ini menunjukkan bahwa sebaran abu vulkanik semakin bergerak menjauh dari bandara-bandara di sekitar Semeru serta rute-rute penerbangan yang berpotensi terdampak. Hal ini memberikan angin segar bagi keberlangsungan operasional penerbangan dan keamanan navigasi udara.
Guna memastikan kondisi bandara tetap aman, Hermana menambahkan bahwa AirNav pada hari ini juga menghimpun data dari hasil “paper test” yang dilakukan oleh PT Angkasa Pura Indonesia dan Kantor Otoritas Bandara (Otban) di bandara-bandara terdekat. Uji coba ini dilaksanakan di lokasi-lokasi strategis seperti Bandara Abdurrahman Saleh (Malang), Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) dan Bandara Adi Sucipto (Yogyakarta), serta Bandara Adi Sumarmo (Solo). “Alhamdulillah, semua hasilnya negatif,” tutur Hermana, mengindikasikan bahwa tidak ada deposit abu yang signifikan di landasan pacu atau fasilitas bandara, sehingga operasional tetap aman.
Sebagai informasi, status kewaspadaan Gunung Semeru sendiri telah ditetapkan pada Level IV atau “Awas” oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Menyikapi penetapan status ini, AirNav Indonesia secara berkala terus memperbarui informasi secara langsung kepada para pilot dan maskapai penerbangan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa keselamatan penerbangan tetap menjadi prioritas utama. Pemutakhiran jalur penerbangan akan dilakukan apabila diperlukan, sesuai dengan perkembangan terbaru yang diterima dari pusat informasi vulkanik dan satelit cuaca, menjaga fleksibilitas dan adaptasi terhadap dinamika alam.
Pilihan Editor: Alasan Pedagang Pakaian Bekas Impor Enggan Beralih ke Produk UMKM


