HIMBAUAN – 
JAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah babak baru dalam pengelolaan aset pertambangan nasional mulai terbentuk, meskipun belum diresmikan secara tertulis. Pemerintah Indonesia berencana menambah kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 12 persen, sebuah langkah strategis yang kini masih dalam tahap kesepahaman bersama antara pihak Freeport dan otoritas Tanah Air. Kesepakatan lisan ini menjadi sinyal penting bagi masa depan industri pertambangan tembaga dan emas di Papua.
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, menegaskan bahwa serangkaian pembicaraan intensif dengan pemerintah telah membuahkan hasil berupa kesepahaman mengenai penambahan saham tersebut, sekaligus perpanjangan izin tambang. “Jadi sesuai dengan pembicaraan-pembicaraan yang terjadi dengan pemerintah, telah terjadi kesepahaman. Saya sebutnya kesepahaman karena belum ada yang tertulis,” ujar Tony Wenas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (24/11/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi formalisasi demi kepastian hukum dan bisnis.
Dalam kerangka kesepahaman ini, PTFI diberikan kepastian mengenai perpanjangan izin pertambangan hingga akhir masa operasional tambang (life of mine), yang akan berlaku setelah Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) saat ini berakhir pada tahun 2041. Sebagai imbalannya, Indonesia akan mendapatkan porsi tambahan sebesar 12 persen saham PTFI. Ini merupakan strategi yang saling menguntungkan; pemerintah mengamankan kendali lebih besar atas sumber daya alamnya, sementara PTFI memperoleh kepastian jangka panjang untuk operasional dan investasinya.
“Ini diperjanjikan dari sekarang sehingga akan memberikan kami juga waktu untuk melakukan eksplorasi yang lebih detail, adanya kepastian sehingga kami bisa spending eksplorasi yang detail dan ini butuh biaya yang banyak,” jelas Tony. Ia menambahkan bahwa kepastian regulasi ini krusial untuk mendorong investasi besar dalam eksplorasi dan pengembangan tambang, sebuah proses yang memakan waktu dan biaya tidak sedikit. Tanpa kepastian ini, rencana jangka panjang PTFI akan terhambat, berpotensi mengurangi nilai optimal tambang bagi kedua belah pihak.
Tony Wenas sangat berharap bahwa kesepahaman penting ini dapat segera dituangkan dalam perjanjian tertulis. Formalisasi cepat akan memberikan kepastian hukum yang kokoh bagi keberlangsungan bisnis PTFI di masa depan. Kepastian ini tidak hanya penting bagi operasional, tetapi juga krusial untuk memulai serangkaian tahapan kompleks, seperti proses eksplorasi yang diperkirakan memakan waktu antara 3 hingga 4 tahun. Setelah itu, dilanjutkan dengan perancangan teknik (design engineering) yang juga memerlukan 3 hingga 4 tahun, serta studi kelayakan (feasibility study/FS) dengan durasi serupa.
Mengingat panjangnya siklus proyek pertambangan, kecepatan dalam memformalkan kesepakatan ini menjadi sangat vital. “Jadi kira-kira memang lebih cepat lebih bagus, sehingga supaya tidak terjadi depleting atau pengurangan produksi mendekati tahun 2041 sesuai IUPK kita sekarang,” tegas Tony. Dengan langkah proaktif ini, diharapkan produksi dari tambang Grasberg dapat terus optimal dan tidak mengalami penurunan signifikan menjelang berakhirnya IUPK, menjamin stabilitas pasokan dan pendapatan bagi Indonesia.
Jika penambahan divestasi saham sebesar 12 persen ini benar-benar terealisasi, maka porsi kepemilikan Indonesia di PTFI akan meningkat secara substansial. Dari posisi 51 persen saat ini, kepemilikan Indonesia melalui Mining Industry Indonesia (MIND ID), Holding BUMN Industri Pertambangan, akan melonjak menjadi 63 persen. Peningkatan ini akan memberikan suara yang lebih kuat bagi Indonesia dalam pengambilan keputusan strategis PTFI, mengukuhkan kedaulatan ekonomi atas salah satu aset pertambangan terbesar di dunia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, juga telah mengonfirmasi bahwa Freeport McMoRan, induk perusahaan PTFI, telah sepakat untuk melepas saham tambahan kepada Indonesia. Pernyataan Bahlil ini memperkuat sinyal positif dari pihak pemerintah terkait kesepakatan divestasi. “Negosiasi tambahan Freeport sudah saya nyatakan final, sudah penambahan 12 persen,” ujar Bahlil ditemui di Sarinah, Jakarta, Selasa (7/10/2025). Meskipun demikian, Bahlil belum merinci kapan persisnya penambahan saham PTFI ini akan direalisasikan, termasuk jadwal perpanjangan izin tambang yang akan berakhir pada 2041. Publik kini menantikan langkah konkret dan formalisasi dari kesepahaman yang telah dicapai, sebagai penanda era baru dalam hubungan Indonesia dengan PT Freeport Indonesia.
Sumber: Kompas.com


