HIMBAUAN – Di tengah bayang-bayang utang jumbo dan kinerja keuangan yang tertekan, maskapai penerbangan kebanggaan nasional, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), kini menghadapi fase krusial dalam upaya restrukturisasi dan penyehatan. Adalah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, atau yang lebih dikenal sebagai Danantara Indonesia, yang kini mengambil peran sentral dalam transformasi besar ini. Dengan komitmen kuat, Danantara berupaya mengembalikan Garuda Indonesia ke jalur penerbangan yang sehat dan berkelanjutan, sekaligus memastikan beban fiskal negara tidak bertambah.
Kondisi keuangan Garuda Indonesia memang berada pada titik yang mengkhawatirkan. Laporan terkini menunjukkan bahwa maskapai plat merah ini memikul beban utang mencapai US$ 8,28 miliar, atau setara dengan Rp 138,49 triliun. Angka ini menjadi cerminan dari tantangan operasional dan finansial yang telah membelenggu perusahaan selama bertahun-tahun. Tak hanya itu, hingga kuartal ketiga tahun 2025, Garuda Indonesia juga mencatatkan kerugian signifikan sebesar US$ 182,53 juta, yang apabila dikonversi mencapai Rp 3,05 triliun. Data ini menggarisbawahi urgensi intervensi yang mendalam dan terencana untuk mencegah kondisi semakin memburuk.
Menyikapi situasi genting ini, sebuah langkah strategis telah diambil melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang menyetujui rencana penyertaan modal senilai Rp 23,67 triliun dari PT Danantara Asset Management (DAM), yang merupakan bagian dari Danantara Indonesia. Keputusan ini bukan sekadar injeksi dana semata, melainkan sebuah sinyal kuat akan komitmen pemerintah melalui Danantara untuk menyelamatkan dan merevitalisasi Garuda Indonesia. Lebih lanjut, Danantara secara tegas memastikan bahwa seluruh proses restrukturisasi ini dirancang agar tidak menimbulkan beban fiskal baru bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebuah jaminan penting bagi publik.
Febriany Eddy, Managing Director Non-Financial Holding Operasional Danantara, menegaskan betapa mendesaknya langkah penyelamatan ini. “Memang kalau tidak dilakukan restrukturisasi tahun ini, maka tahun depan dia (Garuda) mungkin akan lebih sulit. Jadi ada urgency untuk segera dibantu tahun ini,” ungkap Febriany Eddy di Kantor Danantara, Jakarta, pada Jumat (14/11). Pernyataan ini bukan tanpa alasan, mengingat setiap penundaan hanya akan memperparah kondisi dan memperbesar “lubang” keuangan yang harus ditutup.
Sebelumnya, Garuda Indonesia sendiri telah berupaya melakukan berbagai aksi korporasi untuk bertahan dan memperbaiki kinerja. Langkah-langkah tersebut mencakup pendanaan langsung untuk operasional harian yang krusial, skema pembayaran utang bahan bakar untuk memastikan ketersediaan pasokan, hingga penyertaan aset strategis berupa lahan dari anak usahanya, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI). Namun, upaya-upaya tersebut belum cukup untuk mengatasi persoalan fundamental yang dihadapi maskapai.
Salah satu permasalahan krusial yang menggerogoti kinerja Garuda Indonesia adalah banyaknya pesawat yang ‘mangkrak’ atau tidak dapat terbang karena belum menjalani perawatan rutin (maintenance). Febriany Eddy menjelaskan bahwa kondisi ini telah menjadi faktor penekan utama bagi kinerja perseroan dalam enam bulan terakhir. Pesawat-pesawat yang grounded ini, meskipun tidak beroperasi, tetap menimbulkan biaya sewa dan beban lainnya yang terus berjalan. Akibatnya, Garuda kehilangan potensi pendapatan yang sangat dibutuhkan, sementara pengeluaran tak dapat dihindari.
“Jadi setiap hari kita men-delay, maka semakin besar lubang yang harus ditutup. Jadi ini menjadi tahap satu prioritas, banget-banget prioritas. Segera diberikan untuk bisa melakukan maintenance yang dibutuhkan sehingga pesawat Garuda bisa terbang lagi,” jelas Febriany, menyoroti pentingnya segera mengucurkan dana untuk perawatan armada. Ia juga menambahkan bahwa masalah pesawat grounded ini bahkan lebih parah pada maskapai Citilink, anak perusahaan Garuda, sehingga prioritas utama saat ini adalah menuntaskan perawatan seluruh armada, baik Garuda maupun Citilink.
Sebagai langkah awal yang tak dapat ditunda, Danantara telah memberikan pinjaman pemegang saham atau shareholder loan senilai US$ 405 juta, atau setara dengan Rp 6,65 triliun. Kucuran dana darurat ini pada awal tahun ini difokuskan untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda. Febriany memastikan bahwa penggunaan dana tersebut akan berada di bawah pengawasan ketat Danantara, dengan komitmen utama dari Garuda untuk mengalokasikannya secara khusus bagi kebutuhan perawatan dan pemeliharaan pesawat. Harapan besar tersemat agar armada Garuda dapat segera memenuhi seluruh persyaratan perawatan dan kembali beroperasi secepatnya, guna membalikkan keadaan.
“Itu kalau ditunda, malah tahun depan takutnya udah enggak bisa. Karena bolongnya sudah besar banget, jadi sebagian besar uangnya sebenarnya untuk itu,” tegas Febriany, memperkuat argumen tentang urgensi tindakan ini. Ia berharap, seluruh langkah strategis ini mampu mengembalikan neraca keuangan Garuda Indonesia secara konsolidasian ke posisi yang positif. Dengan kinerja keuangan yang terus negatif, operasional normal Garuda Indonesia akan sangat sulit tercapai dan berpotensi terancam.
Febriany juga menekankan bahwa peran Danantara tidak hanya sebatas memberikan suntikan modal. “Langkah setelah Danantara masuk itu bukan hanya sekedar kasi uang. Ini kami akan monitor dan kami akan bekerja bersama dengan tim manajemen Garuda,” ujarnya. Ini menunjukkan komitmen Danantara untuk terlibat aktif dalam proses pemulihan, memberikan pendampingan strategis, dan memastikan efektivitas setiap langkah yang diambil.
Dari sisi internal, Direktur Utama GIAA, Glenny Kairupan, menyambut baik persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB ini, menyebutnya sebagai “tonggak penting dalam perjalanan pemulihan dan transformasi perseroan.” Glenny menambahkan, “Dukungan dari DAM sebagai bagian dari inisiatif pemerintah mencerminkan kepercayaan terhadap arah strategis dan visi jangka panjang kami dalam mewujudkan maskapai nasional yang sehat, tangguh, dan berkelas dunia.” Pernyataan ini menggambarkan optimisme manajemen Garuda atas masa depan perusahaan di bawah dukungan Danantara.
Lebih lanjut, Glenny Kairupan merinci alokasi suntikan modal sebesar Rp 23,67 triliun tersebut. Sekitar Rp 8,7 triliun, atau 37% dari total dana, akan dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja GIAA, dengan prioritas utama pada pemeliharaan dan perawatan pesawat yang sangat mendesak. Sementara itu, porsi yang lebih besar, yakni Rp 14,9 triliun atau 63%, akan dialihkan untuk mendukung operasional Citilink. Dana untuk Citilink ini akan terbagi menjadi Rp 11,2 triliun untuk modal kerja dan Rp 3,7 triliun untuk pelunasan kewajiban pembelian bahan bakar kepada Pertamina periode 2019-2021, sebuah langkah vital untuk membereskan tunggakan masa lalu.
Penyertaan modal ini akan direalisasikan melalui penerbitan 315,61 miliar lembar saham Seri D dengan harga pelaksanaan Rp 75 per lembar saham, sebagaimana telah disetujui dalam RUPSLB. Glenny Kairupan memastikan bahwa langkah ini tidak hanya akan memperkuat posisi keuangan perusahaan untuk mendukung akselerasi transformasi jangka panjang, tetapi juga krusial dalam menjaga keberlanjutan pencatatan saham GIAA di Bursa Efek Indonesia (BEI), menjamin kepercayaan investor dan stabilitas pasar modal.
Dengan segala upaya dan komitmen yang telah digariskan, Danantara Indonesia bersama manajemen Garuda Indonesia kini bahu-membahu menempuh jalan panjang pemulihan. Harapannya, restrukturisasi menyeluruh ini dapat mengembalikan kejayaan Garuda Indonesia sebagai maskapai kebanggaan yang mampu terbang tinggi, melayani negeri, dan berkontribusi pada perekonomian nasional tanpa lagi terbebani utang dan kerugian. Langkah-langkah ini secara otomatis akan memperbaiki persepsi pasar, meningkatkan kepercayaan publik, dan mengoptimalkan posisi Garuda Indonesia di mesin pencari, menegaskan kembali posisinya sebagai pemain kunci dalam industri penerbangan Indonesia.
Baca juga:
- Danantara Pangkas Suntikan Modal ke Garuda Indonesia Jadi Rp 23 Triliun
- Danantara Pastikan Restrukturisasi Garuda Tak Bebani APBN, Ini Langkahnya
Sumber: Nama Sumber Berita


