HIMBAUAN – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan akan menunjukkan pergerakan yang variatif atau cenderung terbatas pada awal pekan ini, tepatnya Senin, 17 November 2025. Prediksi ini muncul di tengah minimnya sentimen pendorong baru di pasar domestik, yang membuat para pelaku pasar memilih untuk bersikap hati-hati, menahan diri dari aksi beli-jual signifikan, sambil menanti keputusan penting dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan pada 19 November 2025.
Menjelang akhir pekan lalu, pada perdagangan Jumat, 14 November 2025, IHSG tercatat ditutup melemah tipis sebesar 1,56 poin atau 0,02%, mengakhiri sesi di level 8.370,44. Pelemahan ini turut berkontribusi pada koreksi mingguan indeks yang mencapai sekitar 0,29%. Tekanan terhadap IHSG tidak hanya datang dari faktor internal, melainkan juga dipengaruhi oleh sentimen negatif dari bursa-bursa regional Asia yang secara kompak menunjukkan pelemahan, mengikuti tren negatif dari bursa saham Wall Street di Amerika Serikat. Ironisnya, di tengah kondisi pasar saham yang lesu, nilai tukar rupiah justru menunjukkan kekuatan dengan menguat ke kisaran Rp16.707 per dolar Amerika Serikat, memberikan gambaran kontras akan dinamika pasar keuangan Indonesia.
IHSG Diprediksi Rawan Terkoreksi, Cek Saham Rekomendasi Analis untuk Jumat (14/11)
Alrich Paskalis Tambolang, seorang Equity Research Analyst dari Phintraco Sekuritas, mengamati bahwa pergerakan IHSG pada sesi Jumat (14/11/2025) sempat menunjukkan penguatan di awal sesi perdagangan. Namun, momentum positif tersebut tidak mampu bertahan hingga penutupan pasar, di mana indeks berbalik melemah. Dalam analisisnya, sektor industrial teridentifikasi sebagai pemberat utama yang menekan pergerakan IHSG, sementara sektor infrastruktur tampil sebagai penopang dengan mencatatkan penguatan tertinggi, menunjukkan adanya rotasi sektoral dalam investasi.
Menurut Alrich, sinyal teknikal saat ini mengindikasikan adanya pelemahan momentum yang perlu diwaspadai oleh investor. Indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) memang masih berada di area positif, namun berisiko membentuk “death cross“, sebuah pola yang secara teknikal diinterpretasikan sebagai sinyal potensi penurunan. Selain itu, indikator Stochastic Relative Strength Index (RSI) terpantau berada di area overbought, mengisyaratkan bahwa harga saham mungkin telah naik terlalu tinggi dan berisiko mengalami koreksi. Dominasi volume jual yang terlihat juga memperkuat indikasi tekanan pasar. Dengan mempertimbangkan kondisi teknikal ini, Alrich memproyeksikan bahwa IHSG masih berpotensi untuk melemah dan menguji level support di kisaran 8.300–8.325 dalam jangka pendek.
Pelaku pasar pada pekan ini diharapkan akan memusatkan perhatian pada beberapa agenda penting. Selain keputusan RDG Bank Indonesia pada 19 November 2025 yang akan menentukan arah kebijakan moneter, investor juga akan menantikan rilis data pertumbuhan kredit dan M2 Money Supply yang dijadwalkan antara 19 hingga 21 November 2025. Data-data ekonomi makro ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi likuiditas dan geliat aktivitas ekonomi domestik, yang tentunya akan memengaruhi sentimen investasi.
Dari sisi eksternal, perlambatan ekonomi Tiongkok turut memberikan tekanan tambahan terhadap pasar global, termasuk IHSG. Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi industrial Tiongkok pada bulan Oktober menurun signifikan menjadi 4,9%, dari sebelumnya 6,5% pada bulan September. Penjualan ritel Tiongkok juga hampir stagnan di angka 2,9%, mengindikasikan melambatnya konsumsi masyarakat. Kondisi ekonomi Tiongkok yang merupakan salah satu motor penggerak ekonomi global, tentu memiliki implikasi besar terhadap permintaan komoditas dan kinerja perusahaan-perusahaan yang memiliki eksposur ke pasar tersebut, sehingga menjadi perhatian utama bagi investor.
Menyimpulkan analisis teknikalnya, Alrich Paskalis Tambolang menetapkan beberapa level kunci yang perlu dicermati oleh investor. Level resistance IHSG diproyeksikan berada di 8.425, dengan level pivot atau titik balik di 8.400. Sementara itu, level support kritis yang harus dipertahankan oleh indeks adalah 8.300. Pergerakan di sekitar level-level ini akan menjadi indikator penting bagi arah IHSG selanjutnya.
IHSG Diproyeksi dalam Tren Bullish, Cek Saham Rekomendasi Analis, Kamis (13/11)
Di sisi lain, Praktisi Pasar Modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto, menawarkan sudut pandang yang sedikit berbeda mengenai pelemahan IHSG pekan lalu. Menurut William, koreksi yang terjadi lebih disebabkan oleh aksi “profit taking” yang wajar setelah indeks berhasil menembus level tertinggi sepanjang masa. Dalam konteks pasar saham, profit taking adalah tindakan investor menjual saham yang telah mereka miliki untuk merealisasikan keuntungan, sebuah fenomena normal setelah periode kenaikan harga yang signifikan. Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut masih tergolong lumrah dan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.
William menambahkan bahwa IHSG saat ini masih dalam tahap pengujian level support krusial di 8.361. Apabila level ini tidak mampu bertahan, indeks berpeluang untuk mengalami pelemahan terbatas. Ia juga mengidentifikasi area 8.361–8.288 sebagai “demand zone” atau zona permintaan yang kuat, yang menurutnya masih aman bagi investor untuk melakukan strategi “buy on weakness“. Strategi buy on weakness menyarankan investor untuk membeli saham ketika harganya menurun, dengan harapan harga akan pulih dan memberikan keuntungan di masa depan.
Mengenai sentimen global, William Hartanto mengakui bahwa memang ada kecenderungan negatif yang terlihat, seperti pelemahan pada indeks Dow Jones di Amerika Serikat dan pasar kripto. Namun, ia menilai bahwa dampak dari sentimen negatif global tersebut belum terasa besar atau signifikan terhadap pergerakan IHSG. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh faktor-faktor domestik yang lebih dominan atau resistensi pasar Indonesia terhadap gejolak eksternal tertentu.
Asing Net Buy Rp 416 Miliar Saat IHSG Turun, Cek Saham yang Diborong, Senin (10/11)
Aktivitas investor asing juga menjadi salah satu fokus perhatian. Pada perdagangan terakhir, tercatat aksi jual bersih atau “net sell” oleh investor asing sebesar Rp56,74 miliar secara keseluruhan. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun secara agregat terjadi net sell, beberapa saham dengan kapitalisasi pasar besar atau “big caps” justru masih mencatat aksi beli bersih oleh investor asing. Saham-saham tersebut antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Indosat Tbk (INET), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI). Hal ini mengindikasikan bahwa investor asing mungkin melakukan seleksi ketat dalam portofolio mereka, tetap mengakumulasi saham-saham pilihan yang dianggap memiliki fundamental kuat atau prospek cerah di tengah volatilitas pasar.
Dengan mempertimbangkan kombinasi kondisi teknikal pasar dan sentimen-sentimen yang berkembang, baik dari dalam maupun luar negeri, William Hartanto memproyeksikan bahwa IHSG akan bergerak dalam rentang yang terbatas atau “mixed” pada perdagangan Senin, 17 November 2025. Perkiraan rentang pergerakan IHSG yang disampaikannya adalah antara level 8.361 hingga 8.400, menunjukkan adanya konsolidasi atau penantian arah yang jelas di pasar. Investor diharapkan untuk tetap cermat dalam mengambil keputusan investasi di tengah dinamika pasar yang masih dibayangi ketidakpastian ini.
Sumber: KONTAN.CO.ID


