HIMBAUAN, Jakarta – Menjelang Hari Kemerdekaan RI ke-80, publik Tanah Air dihebohkan oleh kemunculan bendera bajak laut One Piece yang dikibarkan berdampingan dengan bendera Merah Putih di beberapa wilayah Indonesia. Simbol ikonik dari anime Jepang ini tiba-tiba jadi bahan perbincangan panas, baik di dunia nyata maupun jagat maya.
Fenomena ini makin ramai dibicarakan setelah Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, buka suara. Menurutnya, pengibaran bendera bajak laut itu bukan cuma iseng-iseng belaka. Ia menduga ada gerakan sistematis di baliknya.
“Ini bukan murni tren anak muda. Saya dapat laporan dari beberapa pihak, termasuk intelijen, bahwa ada pola yang terlihat. Bisa jadi ini bentuk upaya untuk memecah belah bangsa,” kata Dasco saat ditemui di Jakarta, Jumat (1/8).
Bendera yang dimaksud adalah bendera berwarna hitam dengan lambang tengkorak mengenakan topi jerami—simbol kelompok bajak laut Straw Hat Pirates dalam anime populer One Piece. Simbol ini sering dianggap mewakili semangat kebebasan, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan solidaritas antaranggota kru.
Namun, menurut Dasco, penggunaan simbol tersebut bisa disalahartikan, apalagi jika dikibarkan bersanding langsung dengan bendera Merah Putih. “Kita harus jaga nasionalisme, jangan sampai anak muda kita terseret simbol-simbol yang bisa merusak semangat kebangsaan,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan agar masyarakat tidak langsung terprovokasi, tetapi tetap waspada. “Kita tetap harus bersatu dan jangan lengah. Kalau kita makin maju, pasti ada yang coba mengganggu,” tambahnya tanpa merinci siapa yang dimaksud.
Respons PDIP Lebih Santai
Di sisi lain, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, punya pandangan yang jauh lebih tenang. Menurutnya, pengibaran bendera bajak laut itu justru bisa dilihat sebagai ekspresi budaya dan kreativitas anak muda.
“Kalau dikibarkan di halaman rumah sendiri dan tidak lebih tinggi dari Merah Putih, itu sah-sah saja. Ini bentuk ekspresi, bukan gerakan makar,” ujar Deddy di Bali, Kamis (31/7).
Ia menilai fenomena ini sebagai bentuk kritik simbolik yang jauh lebih damai daripada demo jalanan. “Jangan semua hal dianggap subversif. Selama tidak melanggar aturan, ya biarkan saja,” imbuhnya.
Legal atau Tidak?
Di media sosial, banyak warganet bertanya-tanya soal legalitas pengibaran bendera nonnasional. Ternyata, berdasarkan hukum di Indonesia, tidak ada larangan eksplisit untuk mengibarkan bendera komunitas, organisasi, atau budaya di lahan pribadi. Namun, syarat pentingnya adalah bendera Merah Putih tetap harus dikibarkan di posisi paling tinggi dan terhormat jika ada bendera lain yang dikibarkan bersamaan.
Simbol Budaya vs Ancaman Ideologi?
Fenomena ini pun memicu diskusi luas: sampai di mana batas antara kebebasan berekspresi dan menjaga nilai kebangsaan? Sebagian melihatnya sebagai bentuk kreativitas anak muda dalam mengekspresikan diri. Tapi sebagian lainnya menganggapnya sebagai potensi ancaman ideologis yang bisa merusak semangat nasionalisme.
Tak sedikit juga yang berpendapat bahwa reaksi berlebihan justru memberi efek viral yang tak perlu. “Semakin dilarang, semakin ramai,” tulis salah satu netizen di kolom komentar TikTok yang menampilkan bendera itu.
Terlepas dari kontroversinya, fenomena ini jadi pengingat penting bahwa menjelang HUT RI ke-80, semangat persatuan dan nasionalisme tetap harus dijaga. Simbol-simbol budaya boleh saja tampil di ruang publik, asal tidak menyingkirkan simbol negara. Kreativitas itu penting, tapi harus tetap dalam koridor yang menghargai perjuangan dan identitas bangsa.
Karena pada akhirnya, tak ada salahnya menyukai anime, mengoleksi merchandise, atau bahkan mengibarkan benderanya—selama Merah Putih tetap di atas segalanya.