HIMBAUAN.COM, BANJARMASIN – Fakta baru terungkap mengenai film animasi Merah Putih One For All. Karya yang lagi populer ini ternyata tidak sepenuhnya orisinal, melainkan menggunakan template karakter animasi dari 3D artis junaid miran asal pakistan.
Informasi ini diungkap oleh netizen indonesia, 9 Agustus 2025. Berdasarkan analisis teknis yang mereka lakukan, sebagian besar adegan, model karakter, dan latar belakang dalam film tersebut identik dengan aset animasi yang tersedia di pasar template digital reallusion.

Karakter Market Place Reallusion
Menurut laporan 2025 dari International Animation Society, penggunaan template memang umum di kalangan animator pemula untuk menghemat waktu dan biaya produksi. Namun, pada tingkat industri dan rilis komersial berskala besar, praktik ini sering menimbulkan perdebatan etika, terutama terkait hak cipta dan keaslian karya.
Seorang peneliti animasi dari Universitas Tokyo, Dr. Hiroshi Yamamoto, menjelaskan bahwa pemakaian template tanpa modifikasi signifikan dapat mengurangi nilai seni dan merusak reputasi kreator. “Penonton membayar untuk pengalaman unik. Jika elemen visualnya sama dengan karya lain, kepercayaan publik bisa menurun,” ujarnya dalam wawancara tertulis.
Kontroversi ini semakin berkembang ketika netizen membandingkan Merah Putih One For All dengan film animasi independen yang rilis pada bulan maret 2025 sebelumnya yaitu film yang berjudul “jumbo”. Hasil perbandingan menunjukkan perbedaan kualitas animasi yang tidak layak untuk di tayangkan di bioskop terutama pada desain karakter dan alur ceritanya.
Pihak studio produksi Merah Putih One For All memberikan pernyataan resmi. terkait informasi yang beredar Produser Toto Soegriwo terang-terangan membantah kabar bahwa film animasi Merah Putih: One for All mendapat anggaran Rp 6,7 miliar dari pemerintah.
Dalam pernyataan resminya via X pada 11 Agustus 2025, dia menyebut tudingan itu sebagai “fitnah keji” dengan tegas bahwa keluarga dan timnya tak pernah menerima sepeser pun dana pemerintah.
Klarifikasi ini didukung oleh penjelasan dari Deputy Menteri Ekonomi Kreatif Irene Umar dan Executive Producer Yuli Endiarto, yang sama-sama menegaskan keterlibatan keduanya hanya sebatas dukungan kreatif dan gotong-royong mandiri, tanpa bantuan dana atau promosi formal.

Penyataan resmi
kasus ini menjadi pengingat bagi kreator bahwa inovasi dan orisinalitas adalah faktor kunci untuk bertahan di pasar global. “Dengan perkembangan teknologi AI, template akan semakin mudah diakses. Tantangannya adalah bagaimana menggunakannya sebagai inspirasi, bukan sekadar menyalin.
Fenomena seperti ini juga memicu diskusi di platform media sosial. Tagar #merahputihoneforall sempat masuk dalam daftar tren, memicu ribuan komentar dari netizen Indonesia. Sebagian menuntut transparansi penuh dari pembuat film, sementara yang lain menghujat Merah Putih One For All sebagai film animasi yang belum jadi.
Seiring meningkatnya persaingan di industri kreatif, kepercayaan penonton menjadi aset utama. Kasus Merah Putih One For All dapat menjadi studi penting bagi para kreator dan studio animasi tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara efisiensi produksi dan keaslian karya.