Teknologi
Beranda / Teknologi / CEO Nvidia: Jurusan Fisika Lebih Menjanjikan dari IT

CEO Nvidia: Jurusan Fisika Lebih Menjanjikan dari IT

CEO Nvidia Jensen Huang (Foto: Mandel Ngan/AFP)
CEO Nvidia Jensen Huang (Foto: Mandel Ngan/AFP)

HIMBAUAN, Jakarta – Nama Jensen Huang, CEO Nvidia, mungkin udah nggak asing lagi di telinga pecinta teknologi. Tapi kali ini, pria yang dijuluki “Manusia Rp2.300 Triliun” itu bikin pernyataan yang cukup bikin kaget, apalagi buat anak muda yang lagi mikirin jurusan kuliah.

Dalam wawancara bareng CNBC pada Kamis (17/7), Jensen bilang kalau dia sekarang ada di usia 20-an dan baru lulus SMA, dia nggak bakal ambil kuliah di jurusan Teknologi Informasi (IT) atau software.
“Kalau saya masih muda sekarang, saya bakal milih ilmu fisika ketimbang software,” ucapnya santai.

Pernyataan ini tentu bikin banyak orang bertanya-tanya. Soalnya, Jensen sendiri adalah pendiri Nvidia—perusahaan raksasa di bidang chip dan AI—yang dulunya dia bangun bareng Chris Malachowsky dan Curtis Priem tahun 1993. Sekarang, Nvidia punya nilai kapitalisasi pasar yang luar biasa, bahkan sempat tembus US$4 triliun, atau sekitar Rp64.800 triliun. Gokil, kan?

Alasan Huang Pilih Fisika, Bukan IT

Jadi, kenapa sih Huang justru nyaranin fisika, bukan IT? Menurut dia, kita sekarang lagi ada di fase transisi besar-besaran dalam perkembangan kecerdasan buatan (AI).
Mulai dari era Perception AI, lalu masuk ke Generative AI, terus sekarang masuk ke level baru yaitu Reasoning AI, dan ke depan bakal berkembang lagi jadi yang namanya Physical AI.

Nah, di fase Physical AI inilah, menurut Huang, fisika bakal ambil peran penting. Karena AI ke depannya bukan cuma perlu pintar ngolah data, tapi juga harus bisa ngerti dunia nyata. Misalnya, AI harus paham soal gaya, gesekan, kelembaman, bahkan bisa bikin keputusan kayak manusia saat berinteraksi dengan benda fisik.

Upacara HUT RI 80 di Istana: Prabowo Jadi Inspektur

“AI masa depan butuh kemampuan memahami hukum fisika dan sebab-akibat,” jelasnya.

Contohnya, AI bisa ngebayangin ke mana bola bakal jatuh, tahu seberapa kuat harus menggenggam benda biar nggak pecah, atau bahkan bisa menyimpulkan keberadaan pejalan kaki meski nggak kelihatan langsung. Jadi, bukan cuma jago mikir, tapi juga bisa “merasakan” dunia fisik di sekitarnya.

Robot Masa Depan Butuh Ilmu Fisika

Kalau AI dengan kemampuan fisika ini dipasang ke robot-robot industri, maka yang terjadi bisa luar biasa. Huang membayangkan, 10 tahun ke depan, dunia bakal diwarnai robot canggih yang bisa bantu kerja manusia, khususnya di sektor industri.

“Di masa depan, saat pabrik dan fasilitas produksi makin modern, robot-robot ini bisa bantu atasi krisis tenaga kerja global,” ujar Huang optimis.

Jadi, menurutnya, ilmu fisika dan robotika akan jadi fondasi penting untuk membangun teknologi canggih ke depan. Bukan berarti jurusan IT nggak penting ya, tapi Huang melihat bahwa masa depan teknologi akan bergerak ke arah dunia nyata, bukan cuma digital.

Aliansi Meratus Tolak Rencana Taman Nasional Meratus

Pentingnya Adaptasi Pendidikan

Pernyataan ini bisa jadi bahan refleksi buat dunia pendidikan, khususnya di Indonesia. Di tengah tren AI dan revolusi industri 5.0, mahasiswa dan calon mahasiswa perlu punya mindset adaptif, bukan cuma ngikutin tren jurusan yang populer.

Ilmu fisika selama ini memang sering dianggap “berat” dan kurang praktis. Tapi di tangan generasi muda yang kreatif dan tech-savvy, fisika justru bisa jadi alat revolusi masa depan—dari sistem otomasi pabrik, kendaraan otonom, sampai robot rumah tangga yang benar-benar “berpikir”.

Jadi, buat kamu yang lagi galau pilih jurusan kuliah, mungkin saatnya mulai ngelirik bidang-bidang yang berhubungan dengan fisika, robotika, atau sistem kendali, karena bisa jadi itu tiket emas ke masa depan dunia teknologi.

Sumber CNNindonesia

Facebook Comments Box
Fenomeno: Ketika Lamborghini Menyatukan Supersonik, Hip-Hybrid, dan Desain Seperti Pesawat
×
×