
HIMBAUAN – JAKARTA – Pasar saham Indonesia menunjukkan kinerja yang luar biasa pekan ini, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten mencatat rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) selama dua hari beruntun. Fenomena ini didorong oleh penguatan signifikan di sektor infrastruktur, yang menjadi sorotan utama investor.
Menurut analisis Liza Camelia Suryanata, Head Riset Kiwoom Sekuritas, saham di sektor infrastruktur menerima manfaat langsung dari narasi belanja pemerintah dan alokasi dana dari sovereign wealth fund (SWF) Danantara Indonesia. Dana tersebut ditempatkan pada berbagai proyek strategis, termasuk energi, digitalisasi, infrastruktur fisik, dan waste-to-energy (WTE). Implementasi proyek-proyek ini secara langsung memacu pertumbuhan nilai emiten di sektor terkait, menciptakan sentimen positif di pasar.
Liza Camelia Suryanata, dalam pernyataannya kepada Bisnis.com pada Rabu (8/10/2025), menjelaskan bahwa aliran dana investasi ini lebih terlihat berdampak pada emiten di subsektor jalan tol, menara telekomunikasi, utilitas, dan logistik. Sebaliknya, subsektor industri manufaktur, yang memerlukan siklus permintaan lebih panjang untuk merasakan dampak positif, menunjukkan respons yang lebih lambat terhadap stimulus tersebut. Distribusi dampak ini menggambarkan fokus investasi yang mengarah pada proyek-proyek dengan realisasi cepat dan berdampak langsung pada operasional perusahaan infrastruktur.
Bagaimana Kinerja IHSG dan Sektor Infrastruktur Pekan Ini?
Kinerja pasar menunjukkan momentum penguatan yang jelas. Pada perdagangan Senin (6/10), IHSG menguat 0,27%, mencapai level 8.139,89. Penguatan ini diikuti oleh Indeks Infrastruktur yang melonjak 2,01% ke 1.904,07. Sehari kemudian, pada Selasa (7/10), IHSG kembali mencapai ATH baru dengan penguatan 0,36%, menembus 8.169. Indeks Infrastruktur kembali mencatat kenaikan signifikan sebesar 2,33% ke level 1.948,38, mengonfirmasi perannya sebagai pendorong utama indeks komposit.
Berbeda dengan sektor infrastruktur, saham sektor industri dan konsumer siklikal konsisten mencatat koreksi selama periode penguatan ATH IHSG. Menurut analisis Liza Camelia Suryanata, pola ini menunjukkan adanya rotasi modal investor menuju saham-saham yang diuntungkan secara langsung dari kebijakan pemerintah atau yang dikenal sebagai policy beneficiaries. Rotasi ini mengindikasikan bahwa investor mencari peluang di area yang memiliki dukungan kebijakan kuat.
Pelemahan di sektor industri dan konsumer siklikal disebabkan oleh fundamental permintaan rumah tangga dan manufaktur yang masih bervariasi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), sebagai indikator sentimen konsumen, melemah ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur tetap menunjukkan ekspansi, meskipun terjadi perlambatan. Data ini menggambarkan dinamika ekonomi yang kompleks di mana beberapa sektor tumbuh, sementara yang lain menghadapi tantangan.
Faktor-faktor Apa Saja yang Mendorong Rekor IHSG?
Pencapaian rekor tertinggi IHSG selama dua hari beruntun di pekan ini didukung oleh beberapa katalis kunci. Menurut Liza Camelia Suryanata, stimulus fiskal yang akan digelontorkan pada Kuartal IV/2025 memberikan harapan akan peningkatan aktivitas ekonomi. Selain itu, sentimen positif juga berasal dari fenomena Window Dressing dan Santa Claus Rally, yang sering terjadi menjelang akhir tahun, mendorong pembelian saham untuk mempercantik laporan keuangan atau mengantisipasi kenaikan musiman.
Kabar mengenai kucuran dana dari SWF Danantara Indonesia juga menjadi pendorong kuat. Danantara menargetkan penyaluran dana sekitar US$10 miliar dalam tiga bulan pertama, dengan 80% dialokasikan untuk investasi domestik. Sinyal injeksi dana ini telah terlihat pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan korporasi, termasuk Garuda Indonesia. Ini menambah keyakinan pasar terhadap likuiditas dan keberlanjutan proyek-proyek strategis, yang pada akhirnya menciptakan sentimen pro-pasar yang kuat.
Secara teknikal, rekor tertinggi intraday IHSG tercapai pada perdagangan Selasa (7/10) di level 8.217, dan kemudian kembali melesat pada perdagangan Rabu (8/10) ke 8.223. Pencapaian ini menegaskan momentum harga yang telah terbuka ke atas. Namun, Liza Camelia Suryanata mewanti-wanti potensi koreksi sementara, baik secara candlestick maupun indikator momentum harian, mengindikasikan bahwa tren bisa berbalik arah dalam jangka pendek.
Setelah mencatat ATH dua hari beruntun, IHSG ditutup koreksi tipis 0,04% ke level 8.166 pada perdagangan Rabu (8/10/2025). Pelemahan indeks komposit ini dibarengi dengan koreksi indeks infrastruktur yang melemah 0,93% ke 1.930, setelah sebelumnya mencatat dua kali penguatan berturut-turut. Koreksi ini sesuai dengan sinyal peringatan teknikal yang telah disampaikan sebelumnya.
Bagaimana Proyeksi IHSG ke Depan?
Untuk jangka pendek hingga akhir pekan ini, Liza Camelia Suryanata memproyeksikan bahwa peluang penguatan IHSG masih ada, namun potensi tersebut mulai menipis. Penipisan peluang ini didasari oleh dua faktor utama: pertama, posisi indeks sudah mencetak All Time High back-to-back, yang secara historis sering diikuti oleh fase konsolidasi atau koreksi. Kedua, pada perdagangan Selasa (7/10), meskipun IHSG mencapai ATH baru, disertai dengan net sell asing sebesar Rp89,41 miliar. Aksi jual bersih oleh investor asing ini dapat membatasi momentum kenaikan lebih lanjut.
Liza Camelia Suryanata menyoroti level teknikal penting untuk pekan ini. Area 8.170–8.220 berfungsi sebagai resistance atau overhang terdekat, yang merupakan rekor intraday. Sementara itu, level support taktis berada di 8.100 dan 8.045, didukung oleh Moving Average 10 (MA10) dan Moving Average 20 (MA20) hari. Level-level ini menjadi acuan penting bagi investor dalam memantau pergerakan pasar.
Hingga akhir bulan, trajektori IHSG masih ditopang oleh katalis kebijakan, termasuk menunggu detail stimulus dan progres penyaluran dana pemerintah atau Danantara. Namun, Liza Camelia Suryanata juga memperingatkan risiko yang dapat meningkatkan rotasi ke saham-saham defensif dan aksi profit taking. Risiko ini akan meningkat jika data konsumsi rumah tangga tidak membaik atau nilai tukar rupiah kembali mengalami volatilitas. Saham-saham yang melonjak karena policy trade atau news-driven akan menjadi yang paling rentan terhadap perubahan sentimen ini.


