
Mengapa Rupiah Terjun Bebas hingga Rp 16.700 per Dolar AS, dan Bagaimana Respons Bank Indonesia?
Kekhawatiran melanda pasar keuangan Indonesia ketika nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan, menembus level psikologis Rp 16.700 per dolar Amerika Serikat. Pada penutupan perdagangan Kamis, 25 September 2025, nilai tukar mata uang domestik ini berakhir di level Rp 16.749 per dolar AS, melemah sebanyak 64 poin. Fenomena ini memicu respons cepat dari otoritas moneter negara.
Bagaimana Bank Indonesia Menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah?
Menanggapi pelemahan tajam rupiah, Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmen kuatnya untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa lembaganya secara berani mengerahkan seluruh instrumen yang tersedia. Perry menjelaskan bahwa intervensi dilakukan di berbagai segmen pasar secara berkelanjutan. Intervensi ini mencakup pasar domestik melalui instrumen spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Bank Indonesia juga melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk menstabilkan pasar obligasi. Selain itu, upaya stabilisasi diperluas ke pasar luar negeri, di Asia, Eropa, dan Amerika, melalui intervensi Non-Deliverable Forward (NDF). Menurut keterangan resmi Perry pada Jumat, 26 September 2025, Bank Indonesia meyakini seluruh langkah tersebut akan mampu menstabilkan nilai tukar rupiah, mengembalikannya sesuai nilai fundamental ekonomi. Bank Indonesia juga menyerukan kepada seluruh pelaku pasar untuk bersama-sama menciptakan iklim pasar keuangan yang kondusif demi tercapainya stabilitas nilai tukar rupiah.
Apa Saja Faktor Pemicu Pelemahan Rupiah Menurut Analisis Pengamat?
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengidentifikasi dua pilar utama yang mendorong pelemahan rupiah: faktor eksternal dan internal. Analisis ini memberikan perspektif mendalam mengenai kompleksitas pergerakan nilai tukar.
Bagaimana Ketegangan Geopolitik Global Memengaruhi Penguatan Dolar AS?
Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS disinyalir kuat dipicu oleh memanasnya ketegangan geopolitik di Eropa. Ibrahim Assuaibi menyoroti pidato Presiden AS Doland Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam pidatonya, Trump secara tegas memperingatkan negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia. Konflik di Ukraina juga turut memperkeruh situasi. Ukraina, dengan dukungan NATO dan Amerika Serikat, terus melancarkan serangan terhadap infrastruktur energi Rusia. Selain itu, Ukraina bersikeras menuntut pengembalian wilayah yang saat ini dikuasai oleh Rusia. Ibrahim menjelaskan pada Kamis, 25 September 2025, bahwa prasyarat utama perjanjian gencatan senjata adalah pengembalian wilayah yang dikuasai Rusia. Hal ini merupakan tuntutan yang sangat sulit untuk dipenuhi, sehingga konflik berpotensi berlarut-larut dan memicu ketidakpastian global yang berdampak pada pasar keuangan.
Mengapa Penolakan Tax Amnesty oleh Menteri Keuangan Memicu Reaksi Negatif Pasar?
Sementara itu, dari ranah domestik, pengamat dari Traze Andalan Futures ini berpendapat bahwa pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi katalis pelemahan rupiah. Purbaya Yudhi Sadewa secara terang-terangan menolak kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Menurut Ibrahim, kebijakan tax amnesty merupakan instrumen yang sangat diinginkan oleh pasar. Penolakan ini menimbulkan reaksi negatif yang signifikan. “Pasar merespons negatif terhadap pernyataan-pernyataan Purbaya tentang penolakan tax amnesty,” ujar Ibrahim, menunjukkan sentimen pasar yang kurang baik terhadap kebijakan tersebut.
Apakah Intervensi Bank Indonesia Cukup Efektif Menangkal Spekulasi Pasar Internasional?
Di tengah kondisi tersebut, Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Ibrahim Assuaibi menyebutkan bahwa intervensi ini dilakukan sebagai respons terhadap spekulasi yang sangat besar di pasar internasional. Untuk mengevaluasi efektivitas langkah ini, Ibrahim melakukan perbandingan dengan era Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati. Dia berpendapat bahwa pada masa menteri sebelumnya, pergerakan rupiah cenderung lebih stabil meskipun BI juga melakukan intervensi. Perbandingan ini mengindikasikan kekuatan spekulasi di pasar internasional saat ini. “Artinya, spekulasi di pasar internasional begitu kuat sehingga intervensi yang dilakukan Bank Indonesia ini sia-sia,” tutur Ibrahim, menyiratkan bahwa tekanan spekulatif terlalu besar untuk diatasi hanya dengan intervensi BI.
HIMBAUAN.website.com untuk semua pihak yang terlibat dalam transaksi mata uang agar senantiasa mencermati dinamika pasar dan informasi resmi dari otoritas terkait, serta turut berperan aktif dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Tag Headline: Rupiah, Pelemahan Rupiah, Bank Indonesia, Dolar AS, Nilai Tukar, Perry Warjiyo, Ibrahim Assuaibi, Geopolitik, Tax Amnesty, Stabilitas Keuangan, Intervensi BI
Featured: Ya
{{category}}: Ekonomi, Keuangan, Berita
Tag With coma: Rupiah Terjun Bebas, Bank Indonesia Komitmen, Dolar AS Menguat, Ketegangan Geopolitik, Penolakan Tax Amnesty, Intervensi NDF, Ekonomi Indonesia, Pasar Keuangan, Prediksi Mata Uang, Kebijakan Moneter, Purbaya Yudhi Sadewa, Sri Mulyani Indrawati


