HIMBAUAN, JAKARTA – Langkah strategis dilakukan Presiden Komisaris PT Bank Central Asia Tbk (BBCA / BCA), Jahja Setiaatmadja. Pada 12 Agustus 2025, ia resmi melepas sebanyak 1 juta lembar saham BBCA dengan harga Rp8.750 per lembar. Aksi ini tidak hanya mencatatkan transaksi bernilai besar, tetapi juga menandai strategi diversifikasi portofolio dari sosok penting di perbankan nasional tersebut.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dirilis Minggu (18/8/2025), hasil penjualan saham tersebut membuat Jahja mengantongi dana segar senilai Rp8,75 miliar. “Tujuan transaksi diversifikasi portofolio, dengan status kepemilikan langsung,” demikian tertulis dalam keterangan resmi BCA.
Sebelum transaksi, Jahja memegang 35.805.144 lembar saham atau sekitar 0,03 persen kepemilikan BBCA. Setelah penjualan, jumlah itu berkurang menjadi 34.805.144 lembar. Meski porsi yang dilepas relatif kecil, langkah ini tetap menarik perhatian pelaku pasar, mengingat posisi Jahja sebagai figur sentral di industri perbankan.
Kinerja BCA Tetap Solid
Di balik aksi penjualan saham tersebut, kinerja BCA terus menunjukkan performa positif. Pada semester pertama 2025, perseroan membukukan laba bersih konsolidasi Rp29 triliun, tumbuh 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp26,9 triliun.
Pertumbuhan laba didorong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang naik 7 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp42,5 triliun. Pada saat yang sama, pendapatan selain bunga meningkat 10,6 persen yoy menjadi Rp13,7 triliun. Total pendapatan operasional pun mencapai Rp56,2 triliun, tumbuh 7,8 persen yoy.
Efisiensi operasional juga terjaga dengan rasio biaya terhadap pendapatan (cost to income ratio/CIR) sebesar 29,1 persen, membaik dibanding tahun sebelumnya 30,5 persen.
Pertumbuhan Kredit Melampaui Industri
Selain laba, pertumbuhan kredit menjadi motor utama kinerja BCA. Hingga Juni 2025, total penyaluran kredit mencapai Rp959 triliun, tumbuh 12,9 persen yoy. Angka ini melampaui rata-rata industri yang hanya 7,77 persen, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Rinciannya, kredit korporasi naik 16,1 persen menjadi Rp451,8 triliun, kredit komersial tumbuh 12,6 persen mencapai Rp143,6 triliun, sementara kredit usaha kecil dan menengah (UKM) naik 11,1 persen hingga Rp127 triliun.
Segmen konsumer juga tumbuh 7,6 persen yoy menjadi Rp226,4 triliun. Di dalamnya, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) naik 8,4 persen menjadi Rp137,6 triliun, Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) meningkat 5,2 persen menjadi Rp65,4 triliun, dan pinjaman konsumer lain (termasuk kartu kredit) naik 9,4 persen menjadi Rp23,4 triliun.
Kualitas Aset dan Dana Pihak Ketiga
Kualitas kredit BCA tetap terkendali. Rasio loan at risk (LaR) membaik dari 6,4 persen menjadi 5,7 persen, sedangkan Non-Performing Loan (NPL) stabil di 2,2 persen. Tingkat pencadangan cukup memadai, masing-masing 167,2 persen untuk NPL dan 68,7 persen untuk LaR.
Sejalan dengan itu, total dana pihak ketiga (DPK) naik 5,7 persen yoy menjadi Rp1.190 triliun per Juni 2025. Dana murah berupa giro dan tabungan (CASA) mendominasi dengan kontribusi 82,5 persen atau Rp982 triliun, tumbuh 7,3 persen yoy.
Diversifikasi sebagai Strategi
Meski nilai saham yang dilepas relatif kecil terhadap total kepemilikannya, keputusan Jahja Setiaatmadja mencerminkan strategi pengelolaan aset pribadi di tengah kinerja BCA yang solid. Diversifikasi portofolio sering dipandang sebagai langkah wajar untuk menjaga keseimbangan investasi, bahkan bagi tokoh perbankan sekelas Presiden Komisaris BCA.


