HIMBAUAN.COM, Jakarta – Empat perusahaan dikenakan sanksi ganti rugi total sebesar Rp 721 miliar setelah Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Putusan ini menjadi tonggak penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.
Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menegaskan bahwa gugatan ini diajukan sebagai tanggapan atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan dan lahan oleh pihak korporasi.
“Putusan ini membuktikan bahwa hukum masih bisa berpihak pada lingkungan. Ini adalah sinyal kuat bahwa pelaku usaha tidak bisa lagi mengabaikan dampak ekologis dari kegiatan mereka,” ujar Rizal, Kamis (3/7/2025).
Putusan pertama dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Jambi pada 26 Juni 2025. Pengadilan menolak banding PT Tiesico Cahaya Pertiwi (PT TCP) dan menguatkan putusan sebelumnya dari Pengadilan Negeri Jambi. Akibat kebakaran seluas 3.480 hektare di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada 2019, perusahaan diwajibkan membayar Rp 467 miliar sebagai kompensasi.
Selanjutnya, pada 16 Juni 2025, Pengadilan Negeri Kayuagung menyatakan PT Dinamika Graha Sarana bersalah atas kebakaran 6.360 hektare lahan. Perusahaan dijatuhi hukuman membayar Rp 184 miliar sebagai ganti rugi serta melakukan pemulihan lingkungan senilai Rp 1,79 triliun. KLH menyatakan akan menempuh jalur banding atas putusan tersebut.
Putusan ketiga dijatuhkan oleh Mahkamah Agung RI, yang menolak permohonan peninjauan kembali kedua (PK 2) dari PT Asia Palem Lestari (APL). Perusahaan tersebut kini diwajibkan membayar Rp 53 miliar dan memulihkan lingkungan dengan nilai mencapai Rp 173 miliar.
Terakhir, pada 20 Juni 2025, Mahkamah Agung juga menolak PK 2 dari PT Putralirik Domas (PT PD) atas kasus kebakaran 500 hektare lahan di Kubu Raya, Kalimantan Barat. PT PD divonis membayar ganti rugi sebesar Rp 199 miliar.
Dari keempat putusan yang telah dimenangkan, dua di antaranya—yakni terhadap PT PD dan PT APL—telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Rizal menyebut bahwa pihaknya telah menginstruksikan tim hukum KLH/BPLH untuk segera mengajukan permohonan eksekusi.
“Kami berharap para tergugat kooperatif, baik secara sukarela maupun melalui mekanisme hukum. Putusan ini harus memberikan kepastian hukum, rasa keadilan, dan efek jera bagi pelaku pencemaran atau perusakan lingkungan,” tegas Rizal.
Melalui langkah ini, KLH menunjukkan komitmen tegas untuk menegakkan hukum lingkungan sekaligus mengingatkan bahwa kerusakan ekosistem bukan tanpa konsekuensi hukum.
Sumber : KOMPAS