Panas
Beranda / Panas / Gus Yahya Aman! 50 Kiai Tolak Pemakzulan Ketum PBNU

Gus Yahya Aman! 50 Kiai Tolak Pemakzulan Ketum PBNU

HIMBAUAN – Sebuah pertemuan krusial yang melibatkan 50 kiai terkemuka dari berbagai penjuru Nusantara telah diselenggarakan untuk merespons gelombang gejolak internal yang melanda Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Para kiai ini, yang berasal dari wilayah strategis seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Sumatera Utara, berkumpul pada Ahad malam, 23 November 2025, di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah mencari jalan keluar atas konflik yang membelit tubuh organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut, dengan kehadiran langsung Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya.

Ahmad Said Asrori, Katib ‘Aam PBNU yang turut hadir dalam musyawarah penting tersebut, mengungkapkan bahwa pertemuan para kiai ini berhasil merumuskan tiga poin kesepakatan fundamental. Kesepakatan ini menjadi pijakan awal yang signifikan untuk meredakan ketegangan dan mengembalikan harmoni di tengah dinamika organisasi yang sedang bergolak. Kehadiran para kiai dari beragam latar belakang geografis ini mengindikasikan betapa luasnya perhatian terhadap isu-isu yang sedang dihadapi Nahdlatul Ulama.

Kesepakatan pertama menggarisbawahi urgensi untuk menggelar silaturahim yang lebih besar dan komprehensif di antara para kiai. Inisiatif ini didorong oleh semangat islah atau rekonsiliasi, mengingat permasalahan internal PBNU kini telah menjadi konsumsi publik. “Jadi bagaimana ini kita sudah menjadi konsumsi publik ada masalah. Tapi ini semua sepakat, itu yang pertama,” tegas Ahmad Said seusai pertemuan di kantor PBNU, menyoroti keinginan kuat para kiai untuk menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan dan bermartabat. Langkah ini diharapkan dapat menyatukan kembali berbagai faksi dan pandangan yang berbeda dalam bingkai kebersamaan Nahdlatul Ulama yang kokoh.

Poin kedua dari kesepakatan tersebut menegaskan komitmen para kiai untuk memastikan kepengurusan PBNU di bawah kepemimpinan Gus Yahya dapat menuntaskan masa khidmatnya hingga satu periode penuh. Dengan sisa waktu sekitar satu tahun sebelum gelaran muktamar, yang merupakan forum tertinggi pengambilan keputusan, para kiai secara bulat menyepakati bahwa tidak akan ada upaya pemakzulan atau desakan pengunduran diri bagi Ketua Umum PBNU. Keputusan ini mencerminkan dukungan terhadap stabilitas organisasi dan penolakan terhadap intervensi yang dapat memperkeruh suasana internal di tengah perjalanan kepemimpinan yang belum usai.

Sebagai penutup, kesepakatan ketiga mengajak seluruh pihak untuk melakukan tafakur atau perenungan mendalam demi kemaslahatan bersama. Perenungan ini diharapkan tidak hanya membawa kebaikan bagi internal organisasi Nahdlatul Ulama dan warganya, tetapi juga bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia secara keseluruhan. “Jadi sekali lagi, tidak ada pengunduran dan tidak ada pemaksaan pengunduran diri. Tidak ada. Ini sekali lagi saya tegaskan, tidak ada,” ulang Ahmad, memperkuat pesan bahwa integritas kepemimpinan Gus Yahya harus dipertahankan hingga akhir masa jabatannya sesuai konstitusi organisasi.

Geger! Surat Pemecatan Gus Yahya dari Ketum PBNU Beredar

Ahmad Said Asrori turut menekankan bahwa mekanisme pergantian kepengurusan dalam PBNU telah diatur secara jelas dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU. Ia menegaskan bahwa forum tertinggi dan paling terhormat untuk memutuskan pergantian kepemimpinan adalah melalui muktamar Nahdlatul Ulama. Hal ini merupakan penegasan bahwa setiap langkah organisatoris, terutama yang menyangkut pucuk pimpinan, harus merujuk pada konstitusi internal NU, menjaga marwah dan tata tertib organisasi dari intervensi di luar jalur formal.

Pertemuan para kiai ini menjadi respons langsung terhadap desakan sebelumnya agar Gus Yahya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. Desakan tersebut berdasarkan kesimpulan hasil rapat harian Syuriyah PBNU, sebuah risalah yang sempat beredar luas di grup percakapan awak media dan media sosial, memicu polemik dan kegelisahan di kalangan nahdliyin. Risalah tersebut, dengan tegas, menyerukan perubahan kepemimpinan di tengah masa jabatan.

Risalah rapat bertajuk “Risalah Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama” tersebut, sebagaimana diketahui, digelar di Hotel Aston Jakarta pada Kamis, 20 November 2025. Rapat harian itu dihadiri oleh 37 dari total 53 pengurus harian Syuriyah PBNU, menunjukkan tingkat partisipasi yang signifikan dari badan tertinggi penentu kebijakan keagamaan Nahdlatul Ulama. Kehadiran mayoritas anggota Syuriyah ini memberikan bobot substansial pada keputusan yang diambil.

Dokumen tersebut memuat dua poin keputusan penting yang menggemparkan. Poin krusial itu menyatakan, “Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum PBNU dalam waktu 3 hari sejak diterimanya keputusan rapat Harian Syuriyah PBNU.” Pernyataan tegas ini tercantum dalam risalah rapat yang telah ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, Miftachul Akhyar, pada Jumat, 21 November 2025. Ancaman lanjutan pun tersemat: jika Yahya Staquf tidak mengindahkan desakan pengunduran diri dalam batas waktu yang ditentukan, Syuriyah PBNU akan secara langsung memberhentikannya dari posisi Ketua Umum PBNU, sebuah langkah yang drastis dalam sejarah organisasi.

Pemicu utama di balik tuntutan pengunduran diri ini adalah kehadiran seorang narasumber yang dianggap berafiliasi dengan jaringan Zionisme Internasional dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU). Syuriyah PBNU menilai bahwa kehadiran figur kontroversial tersebut telah secara serius melanggar nilai-nilai fundamental dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah, serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama, yang merupakan konstitusi dasar organisasi. Ini mencerminkan keprihatinan mendalam Syuriyah terhadap potensi dampak ideologis pada warga NU.

UMP 2026: Kenapa Pemerintah Belum Umumkan?

Lebih lanjut, Syuriyah PBNU mengemukakan bahwa penyelenggaraan AKN NU dengan narasumber yang menuai pro dan kontra ini, terutama di tengah isu genosida Israel yang sensitif dan menjadi perhatian dunia, dianggap melanggar Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025. Secara spesifik, pelanggaran tersebut merujuk pada Pasal 8 huruf a, yang mengatur mengenai pemberhentian fungsionaris yang terbukti mencemarkan nama baik Nahdlatul Ulama. Hal ini menunjukkan bahwa desakan pengunduran diri bukan hanya berdasarkan pertimbangan etis atau ideologis, tetapi juga memiliki landasan hukum organisasi yang kuat, menjadikannya isu yang kompleks dan berlapis.

Narasumber yang menjadi pusat kontroversi tersebut adalah peneliti Zionis, Peter Berkowitz, yang diundang dalam AKN NU pada pertengahan Agustus 2025. Berkowitz dikenal luas karena beberapa kali menerbitkan buku-buku yang secara terang-terangan menyuarakan dukungan terhadap Israel. Salah satu karyanya yang menonjol adalah buku berjudul ‘Israel and the Struggle over the International Laws of War (2012)’, yang diterbitkan oleh Hoover Institution Press. Isinya, yang membela Israel terhadap berbagai kritik hukum internasional—seperti Goldstone Report dan insiden flotila Gaza—menjadikannya figur yang sangat peka dan berpotensi menimbulkan friksi bagi organisasi seperti Nahdlatul Ulama yang memiliki posisi kuat dan konsisten dalam isu Palestina.

Menanggapi polemik tersebut, Yahya Cholil Staquf mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti jika Peter Berkowitz memiliki afiliasi kuat atau kerap membela gerakan Zionis di Palestina. Ia menjelaskan bahwa selama mengenal Berkowitz hampir lima tahun, pembahasan mengenai isu-isu tersebut tidak pernah mengemuka. “Jadi, saya mohon maaf sekali kepada masyarakat bahwa saya membuat keputusan tanpa pertimbangan yang teliti dan lengkap terkait Peter Berkowitz ini,” ujar Gus Yahya beberapa waktu lalu, menyampaikan penyesalan atas kurangnya kehati-hatian dalam proses undangan tersebut dan dampak yang ditimbulkannya.

Meskipun demikian, Gus Yahya memastikan bahwa kedatangan Peter Berkowitz dalam acara AKN NU murni bertujuan untuk menjelaskan konsep hak asasi manusia, sebuah bidang yang telah lama menjadi fokus penelitian Berkowitz. Hal ini mengindikasikan upaya Gus Yahya untuk membedakan antara konteks undangan yang bersifat akademis dengan pandangan pribadi Berkowitz yang kontroversial, meskipun pada akhirnya menyebabkan ketidaknyamanan internal.

Namun, di tengah tekanan dan desakan yang masif, Yahya Staquf dengan tegas menolak untuk mundur dari jabatannya, menentang permintaan rapat syuriyah tersebut. Ia menegaskan komitmennya untuk memimpin Nahdlatul Ulama hingga masa khidmatnya selesai, yang diperkirakan masih menyisakan satu tahun lagi. Sikap ini menunjukkan keteguhan Gus Yahya dalam menjalankan amanah kepemimpinan dan menghadapi badai konflik internal, menegaskan bahwa ia akan menyelesaikan periode kepengurusannya sesuai dengan mandat yang diberikan.

Eks Dirut ASDP Belum Bebas? KPK Tunggu Surat Rehabilitasi

Pilihan Editor: Cerita di Balik Upaya Pemakzulan Yahya Staquf

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Facebook Comments Box

POPULER





November 2025
SSRKJSM
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
×
×