Ekonomi
Beranda / Ekonomi / Produksi Beras Naik, Petani Merugi? Ini Kata Pengamat!

Produksi Beras Naik, Petani Merugi? Ini Kata Pengamat!

HIMBAUAN

Proyeksi produksi padi nasional pada tahun 2025 menunjukkan angka yang menggembirakan, dengan potensi kenaikan signifikan yang dapat membawa Indonesia lebih dekat pada ketahanan pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi atau beras selama periode Januari hingga Desember 2025 akan mencapai 34,77 juta ton, melonjak 13,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sebuah capaian yang patut diapresiasi dalam upaya menjaga stok pangan domestik, namun di balik optimisme tersebut, sejumlah catatan penting disampaikan oleh pakar ekonomi pertanian.

Khudori, yang merupakan Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), memberikan sorotan tajam terhadap fenomena ini. Ia menegaskan bahwa kendati volume produksi beras meningkat, pencapaian tersebut diiringi oleh serangkaian catatan negatif yang memerlukan perhatian serius. “Pertama, akibat kebijakan penyerapan gabah dengan berbagai kualitas oleh Perum Bulog, tingkat rendemen pengolahan beras menjadi tidak pasti,” ungkap Khudori dalam keterangan tertulisnya pada Ahad, 23 November 2025. Ketidakpastian rendemen ini secara langsung memengaruhi efisiensi proses penggilingan dan pada akhirnya berdampak pada jumlah beras yang dihasilkan dari sejumlah gabah tertentu.

Lebih lanjut, Khudori menjelaskan bahwa rata-rata rendemen yang hanya mencapai 50,8 persen telah mengakibatkan membengkaknya biaya pengadaan beras oleh Bulog. Harga beras yang harus dibayarkan dalam skema pengadaan Bulog mencapai Rp 14.404 per kilogram. Kondisi ini, menurutnya, secara langsung akan membebani pemerintah melalui Harga Pokok Beras (HPB) Bulog yang diperkirakan mencapai Rp 19.343 per kilogram. Angka HPB yang tinggi ini menunjukkan adanya inefisiensi dalam rantai pasok dan berpotensi memengaruhi anggaran negara serta stabilitas harga di tingkat konsumen, di tengah upaya pemerintah menjaga harga beras tetap terjangkau.

Catatan negatif kedua yang disampaikan oleh ekonom Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) tersebut adalah adanya temuan beras hasil giling yang tidak memenuhi standar kualitas. Sebanyak 30,5 ribu ton beras teridentifikasi memiliki warna kuning, kuning semu, hingga kuning kecoklatan, yang jauh dari kualitas beras layak konsumsi. Khudori mengaitkan masalah kualitas ini dengan beberapa faktor, termasuk kebijakan penyerapan gabah semua kualitas oleh Bulog, tantangan cuaca ekstrem yang memengaruhi proses pengeringan gabah di tingkat petani, serta kadar air gabah yang tidak homogen. Beras dengan kualitas di bawah standar ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas kebijakan pangan dan dampaknya terhadap kepercayaan konsumen serta pasokan beras berkualitas.

Coretax DJP: Serah Terima dari Vendor 15 Desember!

Ketiga, Khudori menyoroti permasalahan harga beras yang masih berada pada level tinggi di pasaran, meskipun proyeksi produksi menunjukkan kenaikan yang signifikan. Merujuk pada panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada 23 November 2025, rata-rata harga beras premium secara konsisten masih berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) di seluruh zona. Bahkan, kondisi serupa juga terjadi pada beras medium, yang rata-ratanya sudah melampaui HET di semua wilayah. Situasi ini mengindikasikan bahwa peningkatan produksi belum sepenuhnya mampu menstabilkan harga di tingkat konsumen, sehingga beban ekonomi masih dirasakan oleh masyarakat luas yang sangat bergantung pada komoditas pangan pokok ini.

Di sisi lain, narasi yang lebih optimistis disampaikan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang juga menjabat sebagai Menteri Pertanian, Amran Sulaiman. Amran menyatakan bahwa proyeksi peningkatan produksi beras yang mencapai 4,1 juta ton dari tahun sebelumnya adalah sebuah capaian yang membanggakan, sebab diraih tanpa ketergantungan pada impor. Pernyataan ini memberikan perspektif yang berbeda, menekankan keberhasilan pemerintah dalam menggenjot produksi domestik dan memperkuat kemandirian pangan nasional.

Dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu, 8 November 2025, Amran menjelaskan bahwa perhitungan produksi selalu dilakukan secara moderat dan hati-hati. Ia juga menyinggung arahan Presiden Prabowo Subianto pada tahun sebelumnya untuk mencapai swasembada pangan dalam empat tahun. “Kami hitung selalu moderat. Tahun lalu, (arahan Presiden Prabowo Subianto) empat tahun swasembada, rencananya. Alhamdulillah, tinggal satu bulan lagi. Sesuai dengan data BPS, produksi beras aman,” tegas Amran. Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah terhadap kemandirian pangan dan keyakinan akan ketersediaan beras yang cukup berdasarkan data resmi yang akurat.

Lebih jauh, Amran menuturkan bahwa kondisi produksi dan stok beras saat ini dianggap sangat ideal untuk menjaga stabilitas pangan nasional. Ia memproyeksikan bahwa hingga akhir tahun, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dapat mencapai level yang cukup untuk kebutuhan lebih dari tiga tahun. Jika terealisasi, ini akan menjadi capaian tertinggi bagi pemerintah bersama Perum Bulog dalam menjamin ketersediaan beras strategis, sekaligus memberikan jaminan akan ketahanan pangan dalam jangka panjang di tengah tantangan global dan domestik.

Meskipun data produksi dan stok menunjukkan peningkatan signifikan, catatan kritis dari pakar seperti Khudori mengingatkan akan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap efisiensi rantai pasok, standar kualitas, dan dampak kebijakan terhadap harga di tingkat konsumen. Dinamika ini menunjukkan kompleksitas pengelolaan pangan nasional yang memerlukan sinergi antara kebijakan makro dan implementasi di lapangan untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan dan menyejahterakan seluruh lapisan masyarakat.
Sumber: Antara

Pollux Hotels Terbitkan Obligasi Keberlanjutan Rp500 M

Pilihan Editor: Alasan KKP Menyetop Budi Daya Benur di Luar Negeri

Facebook Comments Box

POPULER





Desember 2025
SSRKJSM
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031 
×
×