HIMBAUAN – Harga emas menunjukkan daya tahannya di tengah gejolak geopolitik global yang terus memanas. Logam mulia ini sempat memangkas penurunannya setelah Ukraina, didukung oleh sejumlah negara Eropa, secara tegas menolak poin-poin krusial dalam rencana perdamaian yang digagas oleh Amerika Serikat dan Rusia. Situasi yang penuh ketidakpastian ini kembali mendorong para investor untuk mencari perlindungan dalam aset safe haven seperti emas.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Bloomberg, pada perdagangan hari Jumat, 21 November 2025, pukul 22.47 WIB, harga emas spot terpantau berada di level US$4.070,39 per troy ounce. Angka ini merefleksikan pelemahan tipis sebesar 0,17% yang membuat emas bergerak menuju performa mingguan yang kurang impresif. Dinamika harga ini tidak hanya dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik, melainkan juga oleh aksi jual masif di pasar saham dan aset kripto, serta laporan ketenagakerjaan Amerika Serikat yang menambah keraguan seputar potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve pada Desember mendatang.
Situasi di Eropa Timur semakin memperkeruh sentimen pasar. Laporan dari Reuters mengindikasikan bahwa para pemimpin Jerman, Prancis, dan Inggris telah bersepakat dalam sebuah panggilan telepon dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Mereka menegaskan bahwa angkatan bersenjata Kyiv harus tetap memiliki kemampuan untuk mempertahankan kedaulatan negaranya. Bahkan, Amerika Serikat dilaporkan mengancam akan menghentikan pasokan intelijen dan senjata kepada Ukraina, sebuah langkah yang diyakini bertujuan untuk menekan Kyiv agar menyetujui kerangka perjanjian damai yang dimediasi oleh Washington. Eskalasi ketidakpastian ini secara fundamental kembali mendongkrak minat terhadap emas sebagai aset aman.
Pekan ini ditutup dengan gelombang gejolak signifikan di pasar keuangan global. Indeks S&P 500 tergelincir ke posisi terendah dalam lebih dari dua bulan pada Kamis, mencerminkan kekhawatiran yang meluas di kalangan investor. Bersamaan dengan itu, nilai Bitcoin terus merosot, memperpanjang penurunannya di tengah kekhawatiran terhadap valuasi saham-saham teknologi Amerika Serikat yang dianggap terlalu tinggi. Emas, meskipun dikenal sebagai aset lindung nilai, juga sempat merasakan tekanan akibat pelemahan ekuitas ini. Sebagian pelaku pasar terpaksa menjual aset, termasuk emas, guna memenuhi panggilan margin (margin calls) yang meningkat.
Dari sisi ekonomi Amerika Serikat, laporan ketenagakerjaan yang akan menjadi rujukan utama bagi Federal Reserve dalam pertemuan 9-10 Desember mendatang, menunjukkan hasil yang cenderung beragam. Data untuk bulan September mengungkapkan pertumbuhan lapangan kerja yang melampaui ekspektasi. Namun, di sisi lain, tingkat pengangguran justru mengalami kenaikan. Dalam catatannya, analis dari TD Securities mengomentari laporan tersebut dengan pernyataan yang menarik, bahwa data tersebut “memiliki sesuatu untuk semua orang, dengan baik yang berpandangan agresif maupun yang berpandangan pasif dapat kembali ke posisi mereka.” Ini menggambarkan bagaimana data tersebut bisa diinterpretasikan secara berbeda oleh pihak-pihak dengan pandangan kebijakan moneter yang kontras.
Risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan Oktober lebih lanjut mengindikasikan bahwa sebagian besar pejabat bank sentral cenderung memilih untuk mempertahankan suku bunga pada level saat ini. Konsensus ini tercermin dalam ekspektasi pasar swap, yang memperkirakan bahwa hanya ada 40 persen peluang pemangkasan suku bunga pada bulan depan. Kondisi suku bunga yang tinggi secara historis cenderung memberikan tekanan negatif pada harga emas, lantaran meningkatkan daya tarik aset berpendapatan tetap lainnya yang menawarkan imbal hasil lebih menarik.
Meskipun sempat terkoreksi dari rekor tertinggi yang dicapai bulan lalu, performa emas sepanjang tahun ini tetap luar biasa. Logam mulia ini masih mencatatkan penguatan lebih dari 50 persen dan berada di jalur untuk meraih kinerja tahunan terbaiknya sejak tahun 1979. Reli emas yang mengesankan ini didukung oleh aliran masuk dana yang signifikan ke dalam Exchange Traded Funds (ETF) emas, serta pembelian masif oleh bank-bank sentral dunia. Kendati demikian, sejumlah analis mengemukakan pandangan bahwa kenaikan harga yang begitu cepat pada paruh kedua tahun 2025 mungkin terlalu agresif. Mereka menghubungkannya dengan narasi perdagangan penurunan nilai (debasement trade) yang menguat, terutama terkait dengan penarikan utang negara dan pelemahan mata uang global.
Baca Juga:
- Holding Ultra Mikro BRI Serap Tabungan Emas 13,7 Ton
- Meneropong Daya Tahan Emiten Emas BRMS di Tengah Rencana Pajak Ekspor Baru
- Tarif Pungutan Emas, Batu Bara dan Minuman Manis Berlaku, Intip Hasil di APBN Menteri Purbaya


