HIMBAUAN – Angin segar yang sempat berembus untuk tujuh pemain naturalisasi agar bisa kembali berseragam Tim Nasional Malaysia, Harimau Malaya, kini tampaknya telah berubah menjadi badai kekecewaan. Mimpi indah itu kini di ambang kehancuran setelah Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) menerima pukulan telak: banding mereka ditolak mentah-mentah oleh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Keputusan ini secara efektif menutup pintu bagi para pemain tersebut untuk kembali berlaga di kancah internasional dalam waktu dekat.
Ketujuh pemain yang dimaksud adalah Hector Hevel, Gabriel Palmero, Facundo Garces, Rodrigo Holgado, Jon Irazabal, Joao Figueiredo, dan Imanol Machuca. Nama-nama ini dipastikan tidak akan dapat memperkuat kekuatan Harimau Malaya menyusul putusan tegas dari otoritas sepak bola dunia tersebut. FIFA tidak hanya menolak permohonan FAM, tetapi juga mengukuhkan sanksi yang telah dijatuhkan sebelumnya: skorsing selama 12 bulan dan denda sebesar CHF 2.000 (sekitar Rp 41 juta) untuk setiap pemain yang terlibat. Tidak hanya itu, induk organisasi sepak bola Malaysia, FAM, juga tidak luput dari hukuman. Mereka dijatuhi denda kolosal sebesar CHF 350.000 (setara dengan sekitar Rp 7,2 miliar) atas pelanggaran serius terhadap aturan naturalisasi pemain yang berlaku secara internasional.
Keputusan final dari FIFA ini bukan tanpa dasar yang kuat. Menurut pakar hukum olahraga terkemuka, Nik Erman Nik Roseli, permasalahan utama terletak pada kepatuhan terhadap Pasal 6(5) Statuta FIFA. Meskipun para pemain ini telah resmi mengantongi paspor Malaysia, mereka gagal memenuhi persyaratan krusial dalam statuta tersebut. Pasal tersebut secara jelas mengharuskan seorang pemain untuk bermukim di negara yang bersangkutan selama lima tahun penuh, dengan minimal 183 hari per tahun, sebelum dianggap sah dan layak untuk membela tim nasional. Sebuah persyaratan yang fundamental namun terbukti menjadi batu sandungan besar bagi ketujuh pemain.
Dengan demikian, jalan satu-satunya bagi Hector Hevel dan kawan-kawan untuk dapat membela Malaysia di masa depan adalah dengan menjalani proses naturalisasi ulang. Sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen penuh selama lima tahun ke depan. Namun, harapan untuk mewujudkan proses ini dianggap hampir mustahil. Faktor usia menjadi penghalang utama yang tak terhindarkan. Ketika masa skorsing mereka berakhir dan proses lima tahun ini berjalan, sebagian besar pemain sudah akan melampaui usia produktif seorang atlet profesional. Sebagai contoh, Rodrigo Holgado akan mencapai usia 36 tahun, sementara Hector Hevel dan Joao Figueiredo akan berumur 35 tahun. Kondisi ini secara realistis membuat peluang mereka untuk kembali bersaing di level internasional menjadi semakin tipis, bahkan nyaris tidak ada.
Dampak domino dari putusan FIFA ini tidak berhenti sampai di situ. Prospek karier mereka di level klub juga terancam serius. Dilansir dari laporan New Straits Times pada 10 November 2023, agen FIFA Effendi Jagan Abdullah mengungkapkan kekhawatirannya bahwa sebagian besar klub Liga Super Malaysia tidak akan tertarik untuk merekrut mereka. Alasan utamanya adalah keterbatasan finansial yang melanda banyak tim. “Sebagian besar klub Liga Super tidak akan merekrut mereka karena keterbatasan finansial. Tidak banyak tim kaya yang tersisa di liga,” ujar Effendi, menggambarkan realitas pahit di lanskap sepak bola Malaysia saat ini.
Di tengah badai sanksi dan ketidakpastian ini, FAM menyatakan akan menunggu salinan resmi alasan di balik keputusan FIFA. Dokumen tersebut akan menjadi dasar bagi mereka untuk meninjau opsi hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). Langkah ini menjadi upaya terakhir bagi FAM untuk menyelamatkan kesempatan para pemain naturalisasi tersebut, meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar.
Sementara itu, di antara pemain yang terjerat masalah naturalisasi ini, Irazabal, Figueiredo, dan Hevel masih tercatat sebagai bagian dari skuad raksasa Liga Super, Johor Darul Ta’zim (JDT), hingga akhir musim. Namun, situasi mereka tetap menggantung di ujung tanduk. Jika upaya banding ke CAS akhirnya gagal, maka prospek ketujuh pemain tersebut untuk kembali mengenakan jersey kebanggaan Harimau Malaya kemungkinan besar akan menjadi bagian dari sejarah kelam yang tak terulang lagi. Sebuah episode yang menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kepatuhan terhadap regulasi internasional dalam sepak bola modern.


