Panas
Beranda / Panas / PKB Desak KPK Usut Tuntas Korupsi Gubernur Riau

PKB Desak KPK Usut Tuntas Korupsi Gubernur Riau

HIMBAUAN

Kabar mengejutkan mengguncang kancah politik Tanah Air setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai tersangka dalam kasus dugaan rasuah pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Penetapan status tersangka terhadap kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini segera memicu reaksi dan tuntutan keras dari internal partai. Wakil Ketua Umum PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, dengan tegas meminta agar penyelidikan kasus korupsi yang diduga menjerat Abdul Wahid dilakukan secara transparan dan terbuka kepada publik.

Berbicara di Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025, Cucun menekankan pentingnya akuntabilitas dalam penanganan perkara hukum, khususnya yang melibatkan seorang pejabat publik. “Nanti tolong dibuka seterang-terangnya siapa saja (yang terlibat),” ujar Cucun, menuntut agar semua pihak yang terkait dalam dugaan korupsi pemerasan di Provinsi Riau ini diungkap tanpa ada yang ditutup-tutupi. Pernyataan ini menegaskan komitmen PKB terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, meskipun melibatkan salah satu kadernya sendiri yang kini menjadi sorotan.

Rasa sesal dan keheranan tidak dapat disembunyikan oleh Cucun Ahmad Syamsurijal atas insiden yang menimpa kader PKB tersebut. Ia mengungkapkan kekagetannya melihat seorang anggota PKB bisa ditetapkan menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pemerasan di lingkungan pemerintahan Provinsi Riau. Lebih lanjut, Wakil Ketua DPR ini juga menyampaikan harapannya agar proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPK dapat berjalan menyeluruh dan mendalam. Cucun berharap KPK tidak hanya mengungkap praktik pemerasan itu sendiri, melainkan juga menelusuri kemungkinan adanya aktor politik yang bermain di balik kasus ini. “Jangan sampai karena kader kami misalkan sekarang tidak punya kekuatan apa-apa, sehingga bisa terjadi seperti ini,” tegas Cucun, mengisyaratkan kekhawatiran adanya intervensi atau permainan politik dalam kasus yang tengah bergulir ini.

Dalam kesempatan yang sama, Cucun juga memanfaatkan momentum ini untuk memberikan peringatan keras kepada seluruh kader PKB. Ia secara khusus mengingatkan para kader yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat publik lainnya agar tidak sekali-kali terlibat dalam kasus rasuah atau tindak pidana korupsi. Bagi Cucun, setiap jabatan yang diemban adalah sebuah amanah dan kepercayaan besar dari masyarakat yang harus dijaga dengan integritas tinggi dan tanggung jawab penuh. Pesan ini menjadi penegasan internal partai mengenai pentingnya menjaga moralitas dan etika dalam menjalankan tugas kenegaraan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai antikorupsi.

Geger! Surat Pemecatan Gus Yahya dari Ketum PBNU Beredar

Menyikapi perkembangan kasus yang melibatkan Gubernur Riau Abdul Wahid, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, atau yang akrab disapa Cak Imin, mengonfirmasi bahwa partai akan segera membahas status keanggotaan Abdul Wahid. “Ya pasti akan ada proses internal ya,” kata Cak Imin di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu, 5 November 2025, sesaat setelah kabar penetapan tersangka ini mencuat ke publik. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa PKB akan segera mengambil langkah-langkah organisasi sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai untuk menindaklanjuti status hukum kadernya tersebut, termasuk evaluasi status keanggotaannya.

Ketika ditanya secara spesifik mengenai kemungkinan pemecatan Abdul Wahid dari keanggotaan partai, Cak Imin memilih untuk tidak memberikan jawaban secara lugas. Ia menjelaskan bahwa hingga saat ini, pihak PKB belum menerima permintaan bantuan hukum secara resmi dari Abdul Wahid. Muhaimin Iskandar juga menekankan pentingnya bagi semua kader PKB untuk mengambil pelajaran berharga dari pengalaman pahit ini. Ia berharap agar insiden semacam ini tidak terulang kembali di masa mendatang, seraya mengingatkan seluruh kader untuk senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip antikorupsi dan transparansi dalam setiap kebijakan dan tindakan mereka di hadapan publik.

Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah memberikan keterangan resmi terkait penetapan tersangka ini, memperkuat informasi yang beredar. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam konferensi pers di kantornya pada Rabu, 5 November 2025, mengumumkan bahwa selain Gubernur Riau Abdul Wahid, dua orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan rasuah pemerasan di lingkungan Provinsi Riau. Kedua tersangka tersebut adalah Dani M. Nursalam, yang menjabat sebagai Tenaga Ahli Gubernur Riau, serta Muhammad Arief Setiawan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau. Ketiganya diduga kuat terlibat dalam praktik pemerasan yang merugikan keuangan negara atau masyarakat setempat.

Guna kepentingan penyidikan lebih lanjut dan memastikan kelancaran proses hukum, Johanis Tanak menambahkan bahwa ketiga tersangka telah resmi ditahan. “Ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak Selasa, 4 November sampai 25 November 2025,” ucapnya, merinci masa penahanan awal para tersangka. Penahanan ini merupakan langkah awal KPK untuk mendalami lebih lanjut kasus ini, mengumpulkan bukti-bukti yang lebih kuat, dan mencegah upaya perintangan penyidikan.

Menurut Johanis Tanak, ketiga tersangka ditahan di lokasi yang berbeda-beda untuk alasan strategis penyidikan. Gubernur Riau Abdul Wahid ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) gedung ACLC KPK, sebuah fasilitas yang dikenal sebagai pusat penahanan untuk kasus-kasus korupsi yang ditangani lembaga antirasuah. Sementara itu, dua tersangka lainnya, yakni Dani M. Nursalam dan Muhammad Arief Setiawan, ditahan di Rutan gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Pemisahan lokasi penahanan ini seringkali dilakukan untuk menghindari potensi koordinasi atau komunikasi antar-tersangka selama proses penyidikan berlangsung.

UMP 2026: Kenapa Pemerintah Belum Umumkan?

KPK menjerat ketiga tersangka dengan pasal-pasal yang tegas dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, mencerminkan seriusnya pelanggaran yang diduga. Mereka dijerat dengan Pasal 12e dan Pasal 12f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal ini mengindikasikan dugaan kuat adanya tindak pidana pemerasan, gratifikasi, atau penerimaan hadiah yang berhubungan dengan jabatan, yang dilakukan secara bersama-sama. Kasus ini diharapkan dapat menjadi preseden penting bagi penegakan hukum antikorupsi di Indonesia, khususnya dalam menindak oknum-oknum yang menyalahgunakan wewenang dan jabatan demi keuntungan pribadi atau kelompok, serta memberikan efek jera bagi para pelaku tindak pidana korupsi lainnya.

Eka Yudha Saputra, M. Raihan Muzzakki dan Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor:

Mengapa Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan Dimulai dari Riau

Eks Dirut ASDP Belum Bebas? KPK Tunggu Surat Rehabilitasi

Facebook Comments Box

POPULER





Desember 2025
SSRKJSM
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031 
×
×